[Spooktober] Halaman Belakang Rumah Bag. 1 | Cerpen Misteri

[Spooktober] Halaman Belakang Rumah Bag. 1 | Cerpen Misteri


Cerpen misteri adalah genre sastra yang dibalut dalam atmosfer misterius dan sering kali menawarkan pengalaman membaca yang menggetarkan rasa. Cerpen misteri menantang pembaca untuk memecahkan misteri yang tersembunyi di balik setiap kalimatnya.


👻👻💀💀💀👻👻


"Biarkan saja anak-anak itu! Diculik Ijal kalian terpaksa ikhlas juga!" seru nenek berkebaya hijau, dengan rok payung berwarna ungu tua.

Orang-orang yang mendengar sindiran nenek itu seketika mencibir. Si nenek gila datang merecoki sore warga desa yang sibuk memanggil anak-anak untuk masuk ke rumah sebelum maghrib.

Kemudian, nenek itu melenggang santai sambil sesekali melempar pandangan ke arah belakang rumah yang dilewatinya.


👻👻💀💀💀👻👻


Ini sebuah sebuah desa kecil yang dikelilingi hutan belantara, satu-satunya akses menuju desa lainnya hanya di jalan arah utara.

Sudah lama, ada sebuah legenda tentang seorang anak kecil bernama Ijal yang tinggal di desa ini dan memilih untuk kabur ke hutan meninggalkan orang tuanya karena tak tahan dengan kegilaan bapak-ibunya. 

Kisahnya, Ijal tewas karena mencari perlindungan di hutan. Dia tak punya teman karena sering dikurung dalam rumah, dan malah dipukuli. Kisah Ijal pun dipakai untuk menakuti anak desa agar tidak pulang malam hari.

Beberapa waktu berlalu, sosok Ijal dikatakan sering muncul di belakang rumah warga yang memang berbatasan langsung dengan hutan belantara. Pegunungan demi pegunungan mengelilingi desa, sebuah kebohongan jika membenarkan ada anak berusia 10 tahun selalu muncul di waktu yang sama dan tak pernah menua, jika dia bukanlah manusia seutuhnya.


👻👻💀💀💀👻👻


Nenek berkebaya hijau pulang ke rumah, cucunya menatap dengan lemas sebab sudah dua jam nenek menghilang dan beruntung bisa pulang ke rumah sebelum dia membuat pengumuman di musholla untuk membantu mencari sang nenek.

"Nenek darimana saja sih?" tanyanya memeriksa keadaan sang nenek.

"Keliling kampung cari Ijal."

"Hmm, memangnya ada? Ketemu?" sindirnya menatap nenek yang segera duduk di depan TV. "Kan sudah beberapa tahun sosok itu nggak pernah muncul lagi di kampung kita, katanya sudah diusir oleh Ki Lawu. Kok nenek—"

"Dia pasti datang," potong nenek melirik Lestari si cucu. "Ini sudah 3 tahun dan dia nggak datang? Itu aneh, ada janji yang harus ditagih."

"Hah? Maksud nenek apa sih? Udah! Sekarang nenek mandi dulu ya, sebentar lagi mau maghrib." Lestari menggandeng nenek.

"Anak-anak itu terlalu sembrono, mereka nggak berhati-hati. Seharusnya tetap waspada walau Ijal nggak muncul lagi."

Lestari; cucu Nenek Ijah, hanya menarik napas panjang. Entah apa yang jadi pemicu neneknya bersikap seperti ini lagi. Lestari segera memaksa Nenek Ijah mandi dan meminta nenek untuk tetap di rumah dan jangan keluar.


👻👻💀💀💀👻👻


Lestari menatap sumur belakang rumahnya, jika bukan karena neneknya yang tak mau ke kota. Mana mau Lestari menemani neneknya di tempat sejadul ini. Kamar mandi dan kakus di luar rumah, berjarak 6 meter dari pintu dapur dengan sumur tanpa tuas atau katrol dan hanya memakai ember yang terikat ke pohon nangka tua. Beruntung listrik sudah masuk, sehingga tempat ini bisa diberi penerangan. Walaupun halaman belakang tepat di belakang kamar mandi sana tidak terkena cahaya lampu.

Hih, Lestari selalu bergidik tiap kali melihat ke arah halaman belakang rumah. Anehnya, semua halaman belakang rumah di desa ini punya aura gelap yang sama. Karena tidak besar di desa ini, Lestari tidak pernah memperhatikan bahwa desa masa kecil ibunya terasa sangat aneh.


Baca juga: DUA CERPEN MISTERI SINGKAT: GEROBAK BAKSO DAN TAKUT AMBULANS

Cerpen misteri lainnya: [SPOOKTOBER] CERPEN MISTERI: RITUAL BULAN PURNAMA


Malam semakin mengetuk bersamaan dengan nyanyian katak terkutuk, Lestari tak suka bunyi-bunyian itu. Tapi, mau bagaimana lagi, dia harus bertahan di sini sampai Nenek Ijah menyerah dan mau ikut ke kota. Paling parah, Lestari harus bertahan sampai neneknya wafat, yang entah kapan itu akan terjadi?

"Lestari, numpang buang air ya!" ucap tetangga Lestari yang muncul dari arah samping rumah.

"Oh iya, silakan Bu Rum. Toiletnya mampet lagi ya?" tanya Lestari yang sibuk menimba air ke dalam rumah walau hari sudah malam.

"Iya!" jawabnya masuk ke kakus dan berseru meminta Lestari untuk mengisikan bak air. 


Usai Bu Rum menyelesaikan tugas pentingnya, Bu Rum sempat mengobrol dengan Lestari. Bercerita bahwa akhir-akhir ini dia merasa ada yang mengikuti. Setiap kali langkahnya dipercepat, suara langkah di belakangnya pun semakin mendekat.

Bu Rum menambahkan bahwa bisa jadi karena ini tahun ketiga dalam siklus tiga tahun sekali. Lestari kebingungan, kok cocok dengan pernyataan neneknya tadi? 

Bu Rum berpesan agar Lestari jangan sering-sering keluar ke halaman belakang sendirian, apalagi menjelang senja. Lestari menurut saja, dia tidak menyangka bahwa semua orang di desa ini masih sangat percaya hal-hal mistis.

Begitu Bu Rum pergi, Lestari yang hendak menutup pintu dapur seketika terhenti. Samar-samar, Lestari melihat sesosok makhluk mengambang di udara dengan sayap hitam dan mata yang memancarkan cahaya merah.

Lestari bergegas masuk dan mengunci dapur, berkali-kali meyakinkan bahwa yang dilihatnya hanya kelelawar besar atau burung elang.


👻👻💀💀💀👻👻


Keesokan paginya, Lestari mengobrol dengan Nek Ijah yang sedang disuapi. 

"Hari ini, Tari mau ke kota dulu. Nenek sama Bu Rum ya. Tari usahakan pulang sebelum maghrib. Soalnya ibu telepon katanya bapak sakit."

"Suruh ibumu pulang, janji Ijal akan ditagih, firasatku nggak enak."

Mendengar itu, seketika Lestari menarik napas sesak dan hanya mengiyakan saja. Sudah setahun menjaga nenek, pembahasannya selalu sama. Bagi Lestari yang besar di kota, suasana di desanya memang menjadi hal yang baru bagi Lestari. Hanya saja, dia masih tak bisa mengerti dengan ucapan-ucapan acak dari Nek Ijah yang sudah agak pikun.


👻👻💀💀💀👻👻


Setelah pergi selama beberapa jam ke kota dan kembali ke desa bersama adiknya; Tamara. Lestari bergegas pergi menjemput Nek Ijah di rumah Bu Rum yang memang hanya berjarak beberapa meter dari samping kanan rumah mereka.

Tamara, si remaja SMP itu memilih pergi ke sumur untuk mencuci kaki karena katanya kaki cantiknya jadi berdebu dan akan terasa gatal jika tidak segera dibasuh. Lestari hanya berpesan untuk jangan berlama-lama di sumur karena sebentar lagi malam. Kemudian, Lestari masuk ke rumah Bu Rum dan mengajak neneknya pulang.


Malam pun tiba, Lestari yang sedari tadi sibuk dengan Nek Ijah baru tersadar bahwa dia tak melihat Tamara.

"Nek, lihat Tamara, nggak?" tanya Lestari usai memeriksa dapur dan kamar-kamar.

"Tamara?" Kening keriput itu terangkat, agak mencerna nama yang baru saja disebutkan Lestari.

"Tamara adikku, kok aku belum lihat dia ya?" Lestari bergegas ke depan rumah dan memeriksa sepatu Tamara di teras depan. "Nek! Tamara kok nggak ada?"

"Astaga!" Nenek Ijah melirik jam. Kemudian menatap Lestari dengan wajah serius. "Hari apa ini? Mana ibumu?"

"Kamis ...."

"Jangan!" Nenek Ijah berteriak dan bergegas pergi ke luar. Lestari mengikuti, bahkan Bu Rum dan tetangga di sebelahnya ikut panik melihat Nenek Ijah yang histeris. "Jangan cucuku!" 

Nenek Ijah mondar-mandir kebingungan, kemudian menatap langit. Bulan purnama sempurna tergantung di angkasa. Nenek Ijah segera berjalan ke belakang rumah.

Lestari mengikuti Nenek Ijah yang terburu-buru, diikuti oleh Bu Rum dan tetangga lainnya yang penasaran.

Tiba di halaman belakang, bulan purnama yang tinggi menerangi sebagian besar area, tapi di sudut gelap di balik pohon nangka tua, mereka melihat sesosok bayangan yang duduk termangu di bawahnya.

"Tamara!" teriak Lestari dengan keras.

Bayangan itu tidak bergerak. Nenek Ijah mendekat perlahan, matanya menyorot tajam ke arah itu. Bu Rum dan tetangga lainnya mengerumuni dan mengeluarkan cahaya senter dari ponsel mereka.

"Tamara, kamu kenapa?" tanya Nenek Ijah dengan suara gemetar. Nenek pikun ini mendadak normal, Lestari tak mengerti.


Cerpen misteri lainnya: CERPEN MISTERI: KETIKAN MISTERIUS

Artikel lainnya: ESAI: CERITA URBAN LEGEND KOREA, BAGIAN KEDUA


Bayangan itu akhirnya bergerak sedikit, dan terdengar suara pelan, "Aku kembali."

"Tamara, itu kamu?" Lestari berusaha menenangkan dirinya.

Namun, tiba-tiba cahaya ponsel mereka redup, dan angin berembus dingin membuyarkan bulan purnama yang seketika disapu awan dan membuat halaman belajar rumah jadi semakin gelap

Bu Rum mengerang ketakutan, "Ada apa ini? Ijal beneran kembali? Cepat panggil Ki Lawu!" Beberapa orang bergegas pergi usai mendengar ucapan Bu Rum.

Dalam sekejap, bayangan Tamara lenyap dan terdengar suara langkah cepat menjauh di kegelapan hutan. Nenek Ijah menghela napas dalam-dalam, "Kita harus segera mencarinya. Ijal sudah membawa Tamara."

"Tapi katanya sosok Ijal sudah diusir Ki Lawu, gimana sih, Nek?" ucap Lestari panik.

Nenek Ijah menggeleng, "Dia tetap di sini, tapi dalam wujud yang lain. Dia cuma menunggu waktu yang tepat untuk kembali."


Mereka segera memutuskan untuk mencari Tamara di sekitar desa, dengan harapan bisa menemukan jejak atau petunjuk. Dengan bantuan warga desa, mereka mulai mencari Tamara dengan cemas, menjelajahi setiap sudut desa yang gelap dan sunyi. Nenek Ijah dititipkan dulu ke para ibu-ibu tetangga.

Saat mereka berada dekat pinggiran hutan belantara di ujung desa, tepat di belakang rumah kosong yang gelap, mereka mendengar suara desisan di antara pepohonan. Lestari memeriksa lebih dekat dan melihat sesosok bayangan berlari ke dalam hutan.

"Tunggu!" teriak Lestari sambil berusaha mengejar.

Bu Rum dan yang lainnya segera berlari mengikuti. Mereka merayap masuk ke dalam hutan yang semakin gelap, hanya dibantu oleh cahaya gemerlap bulan di atas.

"Di sana, bukan?" ujar Bu Rum sambil menunjuk ke arah gua yang tersembunyi di balik semak belukar.

Mereka mendekat dengan hati-hati dan Bu Rum mendahului, lalu mengintip ke dalam gua dengan ponselnya yang menyala redup. Warga lainnya ikut memeriksa sekitar dengan pencahayaan seadanya.

Di dalam gua, Lestari dan Bu Rum melihat Tamara duduk di tanah, wajahnya pucat dan matanya kosong.

"Tamara!" teriak Lestari sambil memeluk adiknya dengan erat.

Namun, Tamara tidak merespons. Bu Rum memegang pundaknya dengan lembut, "Loh, ini beneran Tamara, apa yang terjadi?"

Tamara memandang mereka dengan tatapan kosong, lalu mulai berbicara dengan suara pelan. "Anak itu membawaku ke sini. Dia bilang aku harus tinggal bersamanya."

Lestari menarik napas panjang. "Tamara, kita pulang ya."

Tiba-tiba, angin hutan berembus kencang, mereka yang masuk ke dalam gua bisa mendengar desisan dan samar-samar teriakan suara warga lainnya dari luar sana. 

Lestari meraih tangan Tamara, "Kita harus pulang sekarang!" seretnya.

Mereka bergegas keluar dari gua dengan tergesa-gesa, berlari melewati pepohonan. Melihat Tamara yang sudah berhasil ditemukan, para warga ikut berhamburan dan mereka keluar dari hutan.

Sementara itu, Tamara masih terlihat tidak sadar, matanya kosong menatap ke arah hutan yang mereka tinggalkan. Lestari dan Tamara diantarkan pulang ke rumah Nenek Ijah. Nek Ijah sudah menunggu dengan gelisah. Begitu melihat kedua cucunya hanya pelukan dan tangisan yang dia berikan.

Nenek Ijah memandangi Tamara dengan penuh perhatian, mencoba mencari cara untuk membantu mengembalikan kesadaran Tamara. Dia kemudian menatap Lestari dengan serius.

"Kita harus mencari cara untuk menghentikan Ijal," kata Nenek Ijah dengan suara tegas. "Dia kembali, sudah pasti kembali."


***


Bersambung 


Eits, bersambung ya. Kelanjutan cerpennya besok. Jangan lupa tungguin kelanjutan cerita Cerpen Misteri: Halaman Belakang Rumah. 

Komentar

Popular