Terbaru

Cerpen Misteri: Ketikan Misterius

Cerpen Misteri: Ketikan Misterius





Selamat malam, Pengembara. Ada cerpen misteri soal mesin tik nih. Menariknya, aku pernah juga bikin cerita misteri bertema mesin tik, tapi kali ini aku ingin membagikan kisah yang berbeda. 


Yuk, baca sampai habis, siapa tahu kamu juga merasakan merindingnya.


***

Rumah Baruku, Desember 1997.

Hujan rintik-rintik membasahi kaca jendela kamar kecil ini. Aku duduk di depan meja kayu, dengan cahaya kuning dari lampu meja yang jadi satu-satunya penerangan dan membuat bayangan ini terpantul di dinding rapuh. 

Di depanku, sebuah mesin tik duduk manis. Meskipun bukan keluaran terbaru, tapi baru kubeli hasil dari cairnya bayaran menulis di koran lokal. Mesin tik ini siap mencetak kata-kata dan menghasilkan uang bagiku.

***

[Cerpen Misteri]—Malam ini, aku berniat menyelesaikan naskah cerpen yang telah tertunda selama berminggu-minggu. 

Namun, entah kenapa malam ini sesuatu terasa berbeda. Suasana begitu hening, kecuali suara hujan di luar dan ketukan jariku di atas tuts mesin tik.  

“Malam ini, seorang pria duduk sendirian, mengetik di ruangan remang-remang .... tanpa rokok, tanpa kopi.”

Aku menghentikan ketikan. Kalimat yang baru kutulis terasa aneh. Itu seperti menggambarkan diri sendiri, sembari menghela napas, aku melanjutkan pekerjaan

“Dinding di sekelilingnya bergetar pelan, seolah ada sesuatu yang menunggu ....”

"Eh?" Aku menelan ludah. Jari-jari ini tiba-tiba gemetar. Aku merasa ada sesuatu yang mengawasi dari belakang.  

Benar saja, lampu meja tiba-tiba berkedip, membuat bayangan di dinding tampak bergerak sendiri. Aku menoleh perlahan, tapi tak ada apa-apa.  

Aku memutuskan untuk terus mengetik.  

“Sebuah suara lirih terdengar di sudut ruangan, berbisik pelan ....”  

Tiba-tiba, aku mulai mendengar sesuatu yang terkesan seperti bisikan nyata, tepat di belakang.

"Jangan berhenti menulis!"

Aku terlonjak mendengar bisikan itu, napas pun tersengal. Aku menoleh cepat, sembari mendorong kursi ke belakang, tapi hanya ada ranjang kosong, lemari tua dan dinding rumah yang entah kenapa tampak aneh.

Dengan tangan gemetar, aku kembali meraba mesin tik. Ketika kulihat kertasnya, ada sesuatu di sana ... ada kalimat yang bukan aku ketik.

"Kau akan menulis kisahku, tapi tahukah kau bagaimana aku mati?"

Aku menahan napas. Jari-jari ini membeku di atas tuts. Keringat dingin mengalir di pelipis. Sesaat, aku tak bisa bergerak, tak bisa berpikir.  

Lampu meja berkedip sekali lagi, lalu padam sepenuhnya.  
Dalam gelap, terdengar suara ketikan dari mesin tik itu.  

Sendiri.  

Tanpa tangan yang menyentuhnya.  

***

[Cerpen Misteri]—Aku berusaha menenangkan diri, lelaki apa ini yang takut karena mati lampu? Lagipula salahku belum nyetor uang bulanan ke Ibu. 

Entah kenapa, aku agak menggigil, tapi perlahan menggerakkan tangan dan meraba-raba di atas meja. Aku menemukan korek api di laci, lalu menyalakannya. Cahaya kecil langsung menari-nari di ruangan yang kini terasa lebih sempit.  

Mesin tik di depanku rupanya masih bergetar. Tutsnya bergerak sendiri, suaranya renyah sekali.

"Aku seorang penulis, seperti dirimu. Tapi aku tidak pernah menyelesaikan kisahku. Aku mati ... di ruangan ini."

"Eh, buset!" seruku langsung menutup mulut, saat itu juga korek padam dan aku segera berlari ke luar kamar. Ternyata, lampu di luar kamar menyala semua, Ibu sedang menyetrika pakai setrika bara, salahku juga belum membelikannya setrika listrik padahal kami sudah pindah ke rumah yang punya listrik.

"Kamu kenapa Rahmat?" tanya Ibu menatapku serius.

"Nggak apa-apa, Bu!" Aku kembali ke kamar, menelan ludah. Aku tutup pintu dan mendekati lampu meja, begitu kusentuh badan lampu, tiba-tiba saja menyala terang. 

Tanpa sadar, aku melangkah mundur, tapi punggung ini malah menabrak dinding. Dinding yang terasa lebih dingin dari biasanya.

Kini, mesin tik sudah berhenti mengetik sendiri. Dengan tangan gemetar, aku meraih kertas yang baru keluar dari mesin tik. Kalimat terakhir tertulis dengan huruf yang samar, seperti tinta yang hampir habis.  

"Tolong selesaikan ceritaku. Maka aku akan pergi."

Aku bisa merasakan darah ini berdesir. Aku bisa saja lari, keluar dari rumah ini, tapi sesuatu dalam diri berkata bahwa aku harus menyelesaikan tulisan ini. Lagipula ini rumah yang ibu dambakan, ibu menabung lama untuk beli rumah ini, tak mungkin kusia-siakan.

Dengan napas berat, aku duduk kembali. Tangan ini memang masih gemetar, tapi aku mulai mengetik saja.  

"Penulis itu akhirnya menyelesaikan kisah yang tertunda. Dan arwah yang bergentayangan itu ... akhirnya menemukan ketenangan."

Begitu titik terakhir tertulis, mesin tik berhenti sendiri. Lampu meja mati untuk beberapa detik dan kembali menyala, meskipun cahayanya kini lebih redup. Tapi, ruangan jadi terasa lebih hangat.

Baca juga: The Magician

[Cerpen Misteri]—Aku menghela napas panjang, menatap mesin tik tua ini. Sepertinya ada sosok lain di rumah ini. 

Di luar, hujan mulai reda. Aku melipat kertas dan menyimpannya dalam laci. Tapi sebelum menutup laci, aku menemukan sesuatu di dalam sana.  

Sebuah lembaran kertas-kertas usang, bertuliskan nama seorang penulis yang meninggal tahun 1977.

Dan di sudut bawah kertas itu, ada bekas tinta yang hampir pudar.  

"Terima kasih, dulu aku ingin sekali memakai mesin tik untuk menulis novel, karena miskin ini tidak pernah terwujud. Tolong selesaikan ceritaku pakai mesin tik barumu itu."

Aku tidak tahu harus bersikap bagaimana? Mau tersenyum, tapi takut. Mau meringis ketakutan, tapi sepertinya sosok itu tidak berbahaya. 

Ya, setidaknya, malam ini, aku belajar satu hal. Menulis itu bukan hanya sekadar merangkai kata, tapi juga menyelesaikan kisah yang mungkin belum sempat tersampaikan. Semoga penulis yang dulu tinggal di rumahku, diberikan kedamaian. Setidaknya ada aku yang akan mengingat tulisannya lewat beberapa lembar kertas di laci meja kamar ini.

***

TAMAT.

Gorontalo, 19 Maret 2025

Bagaimana menurut Pengembara kisah misteri kali ini?

Kadang, benda sehari-hari memang bisa menyimpan cerita yang tak pernah kita duga. Kalau kamu punya pengalaman serupa, entah mendengar suara aneh saat menulis, atau merasa ada "seseorang" yang ikut menuntun tanganmu saat berkarya, ya udah ceritain di kolom komentar dong....

Sampai jumpa di cerpen misteri berikutnya, Pengembara. Jangan lupa bagikan cerita ini kalau menurutmu seru buat dibaca malam hari. Terima kasih sudah baca cerpen misteri ini, mohon maaf kalau ada salah-salah kata.

Komentar

Populer

Mengenal Suku dan Masyarakat Adat Gorontalo Lebih Dekat

Review Drama Korea The Trauma Code: Heroes on Call (2025)

Review Drama Korea Love Scout (2025): Romantisme di Tengah Kerasnya Dunia Kerja