Review Drakor tentang Game: My Dearest Nemesis (2025)

Robby memakai kostum Casper, Danny memakai kostum vampir, sementara Julie memakai kostum Emily the Corps.
Ketiga bocah ini berniat meminta yang lebih dari permen. Mereka bosan mendapatkan permen, apalagi Tuan Metcalf tidak berpartisipasi setiap Halloween setelah pindah ke kota ini.
Rumahnya bahkan tak dihiasi apa-apa. Entah dia pelit atau tak suka anak-anak, ketiga bocah itu tak peduli.
"Trick or treat!" teriak mereka bertiga.
"Hey, jangan mengganggu Tuan Metcalf!" Victor yang berkostum Edward Scissorshand melarang ketiganya.
"Kau tidak mau meminta permen di sini. Tuan Metcalf tidak pernah ikut perayaan." Robbie berkacak pinggang.
Victor mendekat. "Dia gila, jangan harap mendapatkan apapun dari keluarga Metcalf."
"Hey, pintu terbuka." Julie melihat pintu rumah tiba-tiba terbuka.
"Trick or treat!" Serempak ketiganya berseru heboh.
"Aku sudah melarang kalian ya!" Victor meninggalkan Robbie, Danny dan Julie.
***
Robbie nekat melangkah masuk, beberapa kali memanggil nama Tuan dan Nyonya Metcalf.
Mereka melewati lorong menuju ruang tamu. Kosong, hanya ada beberapa cangkir kopi di atas meja. Lampu rumah juga menyala redup.
Robbie memimpin jalan, mereka tiba di ruang tengah. Sebuah labu Punkies berukuran besar terletak di ruangan itu. Labu berwarna oranye itu menyala dari bagian dalam, tapi ukurannya tidak biasa, dengan pinggiran labu dihias anting-anting.
"Bukankah dia tidak pernah berpartisipasi di luar. Dia dan keluarganya?" Robbie menunjuk labu Punkies.
"Tapi, dia punya itu." Danny menambahkan dengan wajah julid.
"Siapa kalian?" Seruan dari belakang mengagetkan ketiganya.
Remaja perempuan yang lebih tua dari ketiganya. Menatap heran karena rumahnya dibobol anak-anak.
"Aku Robbie, kami datang untuk perayaan."
"Siapa yang membukakan pintu?" Remaja itu menggeleng. "Itu kau, Ayah?"
Hening, tak ada jawaban.
"Kami ingin bertemu Tuan Metcalf." Robbie masih berusaha.
"Kalian tidak tahu jika masuk ke rumah orang lain tanpa izin itu bisa dianggap sebagai pelanggaran."
Mereka bertiga tertunduk, kemudian meminta maaf.
"Sekarang pergilah, jangan pernah masuk ke rumahku saat malam atau hari Halloween." Remaja itu sesekali melirik labu di ruang tengah.
"Apa kau tidak merayakan Halloween?" tanya Julie.
"Tapi, kau punya Punkies yang besar di sini." Robbie menyodorkan Punkies kecil yang berisi permen miliknya.
"Baiklah, Treat." Remaja itu berucap penuh frustrasi. Kemudian, berjalan dengan hati-hati melewati labu besar. Dia terdiam saat membuka laci. "Owh, kami tidak punya permen rupanya. Kau mau ini?" Remaja itu memberikan beberapa kantong koin.
"Uang?" Ketiganya berteriak girang melihat kantong uang.
"Ya, kalian bisa memakainya dan segera pergi dari sini." Remaja itu mendorong mereka menuju lorong. "Cepat!"
Labu besar di ruang tamu mengerang. Julie dengan jelas melihat lidah yang menjulur. Danny terdiam sambil memegangi pundak Robbie.
"Apa itu?" Robbie penasaran.
"Bukan apa-apa, pergilah!" Remaja itu kewalahan menghadapi anak-anak yang penuh penasaran. Anak-anak gila.
"Kalian mengganggu tidurku!" Labu itu mengeluarkan suara perempuan yang sangat kasar dan penuh emosi.
Baca juga: Penjaga Pedang Cahaya
Cerpen lainnya: Roti Bermantra
"Monster!!!" teriak Danny.
"Buka pintunya!" Julie menambahkan.
Mereka bertiga ketakutan. Tuan Metcalf keluar dari dalam kamar depan yang dekat dengan pintu masuk.
"Sayangku, tenanglah." Tuan Metcalf memeluk labu itu.
"Buka pintunya, Ayah!" pinta remaja berdiri di antara ketiga bocah nakal dan ayahnya.
"Mereka tidak bisa pergi dari sini." Tuan Metcalf menolak.
"Orang-orang akan menyadari jika mereka menghilang." Suara remaja itu bergetar.
"Aku tidak peduli." Tuan Metcalf membentak.
"Trick or Treat, Ayah."
"Tutup mulutmu!" Tuan Metcalf berteriak marah, lampu-lampu mendadak berkedip acak.
"Biarkan, mereka pergi." Remaja itu. memohon.
Tuan Metcalf segera menatap Robbie, tahi lalat cokelat di hidungnya yang mancung menambah kesuraman. Tuan Metcalf mendekati Robbie, sementara Julie menutup matanya; takut, Danny bersembunyi di belakang Julie.
"Trick or Death?" bisiknya. "Jika kau memilih Trick, kau akan dijahili putriku. Jika kau memilih Death, kau akan keluar tanpa tubuh."
"Trick!" Robbie dengan yakin langsung menjawab.
"Cerdas!" Tuan Metcalf mundur.
"Maafkan aku," remaja itu mendekati Robbie dan memegang tangannya. "Bli av med skadedjur från huset, så att min pumpamamma inte är arg." Ucapannya membuat Robbie berteriak kesakitan, kemudian menghilang begitu.
"Cepatlah Helena, sebelum ibumu merusak Halloween orang-orang di luar sana." Tuan Metcalf kembali memeluk labu raksasa yang masih mengerang.
Helena, remaja itu kemudian menggenggam tangan Danny dan Julie, lantas mengulangi ucapan yang sama. Kedua anak itu pun menghilang begitu saja.
***
Ditatapnya labu yang kini sudah jauh lebih tenang.
"Kau yang melakukannya, Sayangku? Membukakan pintu?" tanya Tuan Metcalf. Labu itu bergerak pelan.
Helena tertunduk. "Sepertinya ibu kesal dengan anak-anak itu."
"Ini sudah Halloween yang ke sepuluh, tahun depan kutukan ibumu sudah berakhir. Dia tidak lagi berbahaya."
"Syukurlah!"
"Kau kirim ke mana anak-anak itu?" Pertanyaan Tuan Metcalf hanya berbuah senyuman Helena.
***
Sementara itu, Robbie, Danny dan Julie kini terduduk di antara tumpukan banyak labu dan burung gagak. Ketiganya bahkan tidak ingat kenapa bisa berada di tempat ini?
Mereka tidak peduli dan kembali bangkit untuk mengunjungi rumah lainnya.
"Trick or Death!" teriak ketiganya membuat orang di jalanan keheranan.
TAMAT
Gorontalo, 31 Oktober 2022
***
Itulah kisah Trick or Death, perpaduan misteri, horor, sekaligus komedi yang menghadirkan kengerian dengan cara unik. Jadi, kalau suatu saat ada pintu rumah terbuka sendiri saat Halloween, pengembara berani coba masuk… atau pilih Trick saja deh? 🎃
Bionarasi:
Nurwahidah Bi, gadis kelahiran Gorontalo yang suka genre horor dan fantasi. Hobinya rebahan, makan, nonton. Lahir di hari Halloween, dulunya pecinta pedas. Karena aslam, jadi nggak bisa makan pedas lagi deh.
Note:
Bli av med skadedjur från huset, så att min pumpamamma inte är arg: Mengusir hama dari rumah, agar ibu labuku tidak marah
Komentar
Posting Komentar