Cerpen humor yang satu ini menggabungkan kisah cinta, komedi, dan sedikit sentuhan mistis. Kalau kamu suka cerpen humor dengan kisah sederhana, semoga cerpen humor ini bisa menjadi bacaan yang pas.
***
Laras seorang gadis kampung yang wajahnya biasa saja, masih ada Desi si bunga desa yang lebih cantik. Kecantikan Laras, boleh kalah dengan Desi, akan tetapi kebaikan hatinya dan tutur kata lembut, serta sopan santun membuat Laras jadi idola anak muda di kampung. Termasuk, Bayu.
Sudah naksir selama hampir tiga tahun, Bayu masih tak punya kesempatan untuk bisa bicara dengan sang pujaan hati. Laras, cukup membatasi diri untuk mengobrol dengan lawan jenis. Sehingga rasa penasaran di hati Bayu semakin meronta-ronta.
Hanya demi sebuah kesempatan bisa berbicara dengan Laras, Bayu rela melakukan apa saja. Termasuk mendatangi, Mbah Durjo.
Mbah Durjo adalah dukun sakti dari kampung sebelah. Biasanya dia bekerja untuk memantrai pohon-pohon warga agar tidak dicuri buahnya. Atau melakukan persembahan bumi untuk hasil panen.
Sebuah rumor yang didengar Bayu tentang Mbah Durjo adalah beliau bisa membukakan hati dan menumbuhkan rasa cinta. Mantra pengasihannya sangat sakti.
***
Bayu bertemu dengan Mbah Durjo, di rumahnya yang penuh dengan bau sangit bercampur bau kemenyan. Bayu menahan sakit kepalanya.
Bayu juga sudah membawa makan kesukaan Laras, yang diketahuinya sejak membuntuti dan menyukai Laras.
Kabarnya, lewat makanan, Mbah Durjo bisa melemahkan hati manusia agar berbalik mencintai si peminta mantra.
"Kamu ingin apa, Nak?" Lelaki berambut tipis, dengan syal cokelat kusut di leher menatap Bayu.
"Saya, cuma mau dekat dengan Laras. Setidaknya, bisa ngobrol berdua saja dulu," ucap Bayu takut-takut.
"Tidak sekalian, biar dia bisa jatuh cinta ke kamu?" saran Mbah Durjo.
"Ah, tidak, saya tidak mau sejauh itu. Anaknya baik, saya tidak mau Laras kenapa-napa." Bayu menolak dengan gentleman.
"Baiklah, kamu bawa apa itu?" tunjuk Mbah Durjo pada kresek hitam yang dibawa Bayu.
"Oh, saya dengar Mbah melakukan ritual lewat makanan ya? Jadi, saya bawa makanan kesukaan wanita yang saya sukai." Bayu cengengesan.
"Sudah sampai sana rupanya kabar itu. Kamu bawa apalagi? Supaya bisa lebih gampang."
"Cuma roti saja, Mbah." Bayu masih cengengesan.
Mbah Durjo sang dukun sakti mengangguk. "Karena cuma ada ini, saya bisa. Tapi, harus orang yang kamu mau itulah yang memakan dan pegang langsung makan itu. Jangan berikan lewat orang lain! Paham?"
"Paham, Mbah!" Bayu meletakkan kresek yang terbuka dan menampakkan beberapa bungkus roti itu ke hadapan Mbah Durjo.
"Kamu ini jualan roti ya?" Mbah Durjo kaget melihat isi kresek.
"Nggak, Mbah. Biar Laras kenyang."
"Jadi, namanya Laras!" Mbah Durjo mengangguk.
"Iya, Mbah."
Mbah Durjo mengambil pot kecil yang terbuat dari batu berisi bara api, diletakkannya benda itu di hadapan kakinya yang bersila. Mbah Durjo kemudian membuka sebungkus roti dan menyantapnya.
"Rotinya enak! Beli di mana?" tanya Mbah Durjo.
"Cuma nitip temen tadi!"
"Lah! Pakai uang siapa ini belinya? Beli di mana?"
"Uang saya, ini perlu ya saya jawab?" Bayu mendadak bingung.
"Nggak, nanti saya nitip rotinya ya, enak." Mbah Durjo kemudian melepehkan kunyahan roti ke pot berisi bara api. Asap mengepul, ditambahkan lagi beberapa jumput kemenyan.
Roti-roti Bayu mulai dijampi-jampi. Entah mantra apa yang diucapkan Mbah Durjo. Bayu tidak peduli karena terlalu bersemangat. Sudah membayangkan bisa bicara dengan Laras.
***
Keesokan harinya, Bayu sengaja menunggu di warung Mbak Yuni tempat biasa Laras membeli keperluan harian.
Begitu Laras datang, Bayu segera menemuinya.
"La-la-laras!" Bayu mendadak gagap.
"Ada apa?"
"Saya ada ha-ha-diah untuk kamu!" Bayu hampir muncrat
"Wah, roti selai buah. Terima kasih, Kak Bayu." Laras tersenyum ramah.
"Wah, tahu nama saya ya?"
"Iya, tahu dong ... kan Kak Desi sering cerita."
"Oh, gitu." Bayu malu-malu monyet.
"Kalau gitu saya permisi ya ... Terima kasih banyak rotinya."
Bayu sangat bahagia, akhirnya dia bisa bicara dengan Laras.
Sedetik, semenit, seketika Baya terdiam.
"Loh, aku barusan ngobrol sama Laras kan? Tapi, Laras belum makan rotinya." Bayu menyadari bahwa baru saja dia mengobrol dengan sang pujaan hati. "Oh, mungkin biar makin akrab nanti."
Bayu sekarang tinggal menunggu hasil dari roti-roti yang akan masuk ke perut Laras.
***
Keesokan paginya, Bayu kebingungan. Di depan rumahnya, ada lima bocah-bocah yang sibuk memanggil namanya untuk minta roti. Kucing-kucing juga banyak yang berdatangan.
"Kalian ngapain di sini? Dduh banyak kucing!" seru Bayu gelagapan.
"Minta rotinya dong, Pak Bayu!"
"Roti apa?" Bayu menarik napasnya....
"Roti yang dititipkan ke Bu Laras itu enak sekali. Kita suka, tiap hari kita datang ke sini minta roti ya..."
"Waduh! Kok?" Bayu menggeleng, sambil menatap seekor kucing yang sibuk menggoda di kakinya.
***
Kemarin di rumah Laras.
Laras manyun karena roti isi selai buah pemberian Bayu isinya selai nanas semua. Sementara Laras, alergi buah nanas.
Karena kasihan dengan roti bermantra itu, daripada mubadzir. Laras pun tanpa tahu apa-apa malah membagikan roti-roti kepada anak tetangga dan kucing liar.
TAMAT
Gorontalo, 17 Oktober 2022
***
Jangan lewatkan cerpen-cerpen menarik lainnya dengan berbagai tema. Terima kasih sudah mampir.
Bagus, semangat
BalasHapusTerima kasih 🥰
Hapus