Terbaru
Cerpen Fantasi Terbaru 2025: Jejak Sang Putri
Cerpen Fantasi Terbaru 2025: Jejak Sang Putri
![]() |
Cerpen Fantasi Terbaru 2025: Jejak Sang Putri |
Cerpen Fantasi Terbaru 2025 ini berjudul Jejak Sang Putri, adalah cerpen fantasi-romantis yang memadukan kisah pelarian, pengkhianatan, dan cinta terlarang. Di tengah pemberontakan yang mengoyak istana, seorang kesatria setia mempertaruhkan nyawa demi melindungi sang putri.
Mari baca cerpen fantasi terbaru 2025: Jejak Sang Putri buatan Kak Bi di bawah ini....
***
[Cerpen Fantasi Terbaru]—Langkah kaki para penjaga berderap menuju aula utama. Aroma debu pekat dan malam berkabut menyelimuti udara. Di dalamnya, seorang kesatria dengan jubah berwarna perak berdiri menghadap jendela, memperhatikan pergerakan pasukan di halaman.
“Kau tahu ini pengkhianatan, 'kan?” Suara tua penasihat istana bergetar, mengendap dari balik bayangan.
Kesatria itu diam sejenak, lalu tangannya mengepal. “Bukan pengkhianatan... apa yang kupilih untuk dilindungi sekarang bukan lagi kerajaan, tapi orang yang membuatku percaya padanya.”
“Dan kau yakin ... dia akan ikut?”
Kesatria itu menoleh ke arah pintu gerbang remang. “Dia sudah memilih, bahkan sebelum semua ini dimulai. Memilihku.”
Langkahnya mantap segera berjalan keluar dari aula. Sebilah pedang tergantung di punggungnya, menjadi pertanda kesiapan bertaruh nyawa. Sementara kakinya kejar-kejaran antara kiri dan kanan, matanya yang berapi-api sibuk mencari satu wajah di antara lorong gelap istana.
Dapat. Di balik dinding istana bagian timur, seorang perempuan berwajah rembulan, berselimut mantel bulu menyambutnya dengan anggukan kecil. Tak ada senyum. Tak ada ucapan. Hanya satu kode isyarat dari tangannya yang berarti; sudah waktunya.
Kesatria itu mengangguk cepat.
“Ke sini, Tuan Putri,” ucapnya cepat sambil memimpin jalan.
Mereka melewati sebuah dinding misterius, yang hanya diketahui oleh darah murni keluarga kerajaan. Perempuan yang dipanggil putri tidak lupa menutup kembali dinding misterius yang terbuka dan membentuk pintu kecil itu, dengan darah dari telunjuk dan kalung berbentuk jarum.
Mereka memasuki ruangan bawah tanah, terus berjalan dipimpin sang putri yang lebih tahu jalan rahasia dibandingkan kesatria.
Tak butuh waktu lama bagi keduanya tiba di pinggiran hutan, yang jauh dari danau belakang istana. Sang putri terdiam, kepalanya menoleh ke arah bayang-bayang istana.
"Aku benar-benar pergi, untuk memulai hidup yang baru," gumamnya pelan dan kembali melangkah pergi.
Kesatria sibuk menebas semak tajam dan ranting rendah yang menghalangi. Kini sang putri mengikutinya dari belakang tanpa suara, langkahnya ragu tapi percaya. Meski gelar bangsawan melekat di namanya, malam itu dia tak lebih dari seorang pelarian.
“Tuan Putri, lewat sini,” ucap kesatria itu, nada suaranya tetap menghormat, meski dunia telah memusuhinya. Matanya menyapu ke sekeliling, mencari jalur yang tak mudah dibaca. Sang putri selalu mengikuti, tak khawatir dikhianati.
Mereka telah berlari selama berjam-jam. Tanpa peta. Tanpa perintah, tanpa bekal makanan. Hanya berbekal keyakinan bahwa mereka harus jauh dari ibukota istana sebelum fajar.
Baca juga: Cerita Mini Paket B
Cerpen fantasi lainnya: Short Story: The Guardian of Swords of the Light
Perjalanan hari kedua. Mereka menemukan rumah kosong peternakan, dengan beberapa kuda. Kesatria mengambil dua kuda dan melanjutkan perjalan mereka dengan bantuan hewan yang tampan dan kuat itu.
Kuda dipacu, sang putri yang terlatih berkuda sejak kecil menaiki kuda hitam pekat besar. Ditariknya surai kasar, bunyi lembut tapi tegas dari bibirnya berhasil membuat kuda tunduk.
Sementara kesatria, menunggangi kuda jantan berwarna cokelat dan perjalanan mereka pun terus berlanjut.
***
Mereka terus melewati jalur hutan, sesekali mencari makan di perkampungan dengan menyamar, sesekali hanya mencari buah-buahan dan menelusuri sungai.
“Apa yang salah?” tanya sang Putri ketika kesatria itu tiba-tiba berhenti.
Keduanya terdiam di tengah ladang bunga matahari, dengan matahari terik menggantung di atas kepala.
Kesatria mengangkat satu tangan, mengisyaratkan diam. “Langkah kaki. Suara kuda lain. Mereka mengejar dan menemukan jejak kita.”
"Secepat itu? Hah, para pemberontak sialan!" Putri meracau kesal.
Kesatria tertawa kecil mendengarnya. Tapi, tekadnya untuk menjaga sang putri terus terbakar. “Kita harus sembunyi.”
Kesatria itu turun dari kudanya menarik tangan sang Putri. Putri menolak, membuat kesatria terkejut.
"Aku punya rencana," katanya menatap ke arah belakang.
"Tuan Putri!"
"Kita punya dua kuda, kau naik bersamaku. Biarkan mereka memilih antara kuda itu atau kuda kita."
Kesatria terdiam, sepertinya putri berniat mengecoh para pemberontak. Kesatria mengangguk dan langsung menaiki kuda, tepat di belakang sang putri.
Untuk pertama kalinya, kesatria bisa memeluk sang putri dari belakang tanpa terburu-buru, tanpa gangguan. Wangi bunga peony bercampur mawar menguar dari tubuh sang putri, wangi yang sangat dirindukannya.
"Hakk!!!" Kesatria memukul bokong kuda cokelat dan membiarkannya lari terlebih dulu.
"Kita harus menemukan sungai, dan berjalan melewatinya untuk—"
"Menghapus jejak."
"Kau dan aku sepertinya sudah satu pemikiran, Josh!" Pujian yang keluar dari mulut sang putri, semakin membakar sesuatu di dalam diri kesatria. Dipacunya kuda, mereka bergerak ke arah agak menyimpang dari jejak kuda pertama.
***
[Cerpen Fantasi]—Setelah melewati sungai, kini mereka berdua berjalan kaki. Ditinggalkannya kuda hitam itu di sembarang tempat.
Kini mereka menuju gua kecil di balik semak rimbun. Di sana, mereka duduk berimpitan. Napas mereka cepat, tapi tak saling bicara, sebab hujan deras menciptakan dingin yang tak bisa ditahan.
Saat detik bergulir semakin terasa tegang bagi kesatria, sang Putri menggenggam tangan sang kesatria erat-erat. “Aku takut,” bisiknya.
Kesatria itu tak menjawab langsung. Dia menatap wajah sang putri, bukan sebagai bangsawan, tapi sebagai seseorang yang menyimpan terlalu banyak luka.
“Aku ada di sini, Putri. Selama aku hidup, tidak akan kubiarkan kau disentuh siapa pun.”
Sang Putri terdiam. Lalu tiba-tiba berkata, “Lalu kalau kau yang mati duluan?”
Deg.
Kesatria terdiam, ditatapnya genggaman sang putri. Tiba-tiba sang putri tertidur di lengannya, sangat pulas walau agak menggigil.
Kesatria melepaskan jubahnya dari arah kiri dan memindahkannya perlahan ke tubuh putri yang bermantel bulu itu.
Keduanya, sudah lelah. Tapi kesatria tahu, sang putri jauh lebih lelah.
***
Beberapa hari sudah berlalu.
Mereka berhasil menyelinap hingga ke kota tujuan sang putri. Kota Revian, kota calon suaminya tinggal. Calon suami yang baru dijodohkan, beberapa hari sebelum pemberontakan kakak iparnya dimulai.
Akan tetapi, satu pasukan kerajaan yang terus membuntuti akhirnya menemukan mereka.
Sang Putri, yang kini mulai menyusun keberanian, menawarkan satu pilihan pada Kesatria.
“Kita lawan. Tapi kau tidak boleh melindungiku. Aku ingin berdiri di sampingmu juga.”
Namun, kesatria tak pernah menjawab permintaan itu. Dia tetap menjadikan tubuhnya benteng di setiap langkah mereka.
Hingga malam terakhir, mereka dikepung di sekitar istana kerajaan kota Revian. Saat pasukan istana menodongkan panah dan pedang, sang kesatria berdiri di depan putri.
“Aku akan bertarung sampai penghabis—”
Satu anak panah terbang dari belakang. Tapi, bukan ke arah sang Kesatria. Itu tertancap di punggung sang Putri.
"Tidak!" teriak kesatria.
Membuat semua terkejut dan terdiam. Bahkan pasukan istana tampak kebingungan. Dengan darah mengalir, sang Putri berbalik pelan dan menemukan wajah yang tak asing.
"Aku tidak menduga kau akan ke sini, Eleanor. Kau terlalu dingin saat pertemuan kita waktu itu. Aku kaget melihatmu, Tuan Putri manja." Lelaki berambut cokelat itu meletakkan busur di tanah dan berjalan menuju sang putri.
Kesatria berlari menahan tubuh sang putri agar tak jatuh. Putri menatap Kesatria, tersenyum pahit dalam rangkulan lemahnya. “Bagaimana ini. Sepertinya... sekarang... kau tak bisa lagi melindungiku.” Tubuhnya lemas. Pelan. Seolah dia sendiri yang memilih akhir itu.
Kesatria itu memekik tanpa suara. Dia bersimpuh, memeluk tubuh kecil itu, dan tidak berkata sepatah pun. Pasukan istana mundur perlahan, menyadari bahwa tugas mereka tak lagi penting.
Lelaki yang memanah sang putri juga pergi begitu saja bersama para prajuritnya.
"Jangan biarkan orang-orang buangan ini memasuki istanaku!" teriaknya yang disambut teriakan semangat para prajuritnya.
***
Keesokan harinya, di tengah tanah kosong, seorang kesatria menangisi cinta yang tak pernah sempat terucap. Tubuh kecil yang kekurangan darah itu dibawa ke hamparan tanah kosong di tengah hutan.
Diletakkan tubuh yang memucat itu dengan lembut. Kesatria itu kembali mengingat bisikan lemas sang putri sebelum tewas semalam.
"Jika kau memilih untuk balas dendam, pergilah ke kota Eldertan. Temukan dan besarkan dia, dia adalah penerus terakhir. Bayiku ada di sana. Bayi kita, Josh. Pengasuhnya punya kotak yang menyimpan kalung jarum lainnya."
Sebuah kalimat panjang yang membuat kesatria tak bisa menahan segala rasa yang disembunyikan. Sebuah fakta terang menjadi jawaban atas malam yang terjadi hampir dua tahun lalu.
Malam di mana, untuk pertama kalinya, dia mengenal aroma bunga peony dan mawar di tubuh sang putri. Malam di mana, keduanya melakukan kesalahan-kesalahan yang tak seharusnya dilakukan kaum bangsawan dan kaum rendahan.
***
Usai memakamkan cinta pertamanya, Josh, sang Kesatria melanjutkan perjalanan. Eldertan, menjadi tujuan.
Josh dan Putri Eleanor tidak kalah. Tapi karena dia baru tahu, bahwa perlindungan terbesar yang bisa diberikan, kadang bukan dengan hidup... tapi dengan merelakan.
Kini, dia harus menemukan jejak penerus sang putri dan bertekad merebut kembali takhta yang dicuri kakak ipar sang putri. Suatu saat nanti.
TAMAT
Gorontalo, 11 Agustus 2025
***
Cerpen Fantasi Terbaru 2025: Jejak Sang Putri menghadirkan kombinasi drama, aksi, dan tragedi yang aku harap bisa membekas di hati.
Perjuangan sang kesatria dan putri dalam menghindari kejaran pasukan istana bukan sekadar kisah pelarian, tapi juga perjalanan emosional tentang cinta yang tak sempat terucap dan pengorbanan yang tak ternilai.
Kalau Pengembara suka cerita fantasi dengan sentuhan romansa dan twist yang menghantam emosi, kisah ini akan menjadi salah satu yang paling kamu ingat. Ya, aku harap begitu ehehe....
Selamat membaca cerpen fantasi terbaru dari Kak Bi, terima kasih sudah mampir. Semoga terhibur, oh ya jangan lupa bookmark blog ini dan mohon dukungannya.
Artikel lainnya: Review Film Abraham Lincoln: Vampire Hunter
Mungkin Anda sukai: Petualangan di Tanah Ajaib
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar