Terbaru

Cerita Fantasi Gratis: Penyihir Raldor Mencari Murid

Cerita Fantasi Gratis: Penyihir Raldor Mencari Murid



Dalam dunia cerita fantasi, imajinasi seharusnya mengambil kendali penuh untuk membawa pembaca ke tempat-tempat dengan banyak keajaiban. 

Cerita pendek fantasi bisa menjadi jendela ke dunia yang tak terbatas. Dari kastil-kastil anggun hingga hutan-hutan ajaib, kisahnya menawarkan peluang untuk melarikan diri dari kehidupan sehari-hari yang penuh kejenuhan.

Cerpen fantasi seharusnya menghadirkan pengalaman membaca yang memikat hati dengan alur penuh petualangan, aku coba menghadirkan itu. Semoga saja bisa sampai kepadamu ya, Pengembara ~~


***

Sebelum masuk ke cerita fantasinya, aku mau tanya, pernah nggak kamu membayangkan hidup di negeri penuh sihir, di mana setiap orang bisa belajar mantra dan berubah nasibnya hanya dengan satu keputusan berani? 


***

[Cerita Fantasi]—Sebuah rumah kayu terletak di tepi hutan yang lebat, dikelilingi pepohonan tinggi dan semak belukar. 

Di antara pepohonan, terdapat jalan setapak kecil yang mengelilingi rumah, dipagari oleh lumut hijau dan mengarah langsung ke pintu masuk rumah.

Atap rumah dilapisi dengan daun-daun kering dan akar-akar liar. Jendela-jendela rumah berukuran kecil dilapisi kaca buram, sehingga hanya membiarkan sedikit cahaya masuk ke dalam ruangan.

Di dalam rumah, ruangan dipenuhi dengan barang-barang kuno, buku mantra tua, dan berbagai macam artefak sihir menggantung di dinding juga tersusun rapi di rak kayu. Lampu-lampu minyak menyala kecil di berbagai sudut, menciptakan cahaya temaram dengan pantulan bayangan aneh.

Pemilik rumah; lelaki tua berjanggut putih sibuk memeriksa perapian sembari memasak sesuatu di dapur. Ada bau rempah-rempah dan kayu hangus di udara. Suasana dalam rumah terasa magis dan terasa penuh dengan aura gaib.

Di salah satu sudut ruang, terdapat meja besar dari kayu tua yang dipenuhi dengan alat-alat sihir seperti tongkat-tongkat berlapis kristal, cangkir ajaib, dan gulungan-gulungan kertas kuno. 

Seorang pemuda berdiri menatap dinding dengan gambar-gambar simbolik dan mantra-mantra yang tertulis dengan tulisan kuno nan aneh.

"Butuh waktu berapa lama bagiku untuk mempelajari semua ini?" tanyanya dengan nada angkuh.

"Seumur hidupmu!" sahut penyihir tua berjanggut yang kini berjalan pelan ke arah pemuda tersebut.

"Aku tidak menyangka, Raldor si penyihir akhirnya mencari murid juga!" sindirnya terkekeh.

"Kau harusnya bersyukur karena terpilih menjadi muridku, Raphael!" Penyihir tua itu memberikan bola kaca kristal berwarna bening sembari berjalan menuju kursi goyangnya.

Penyihir Raldor adalah sosok bijaksana, dengan janggut putih panjang yang menyapu lantai setiap kali dia berjalan.


Raphael, pemuda cungkring bermata bola dengan rambut kusut dan ikat pinggang merah menyala adalah pemuda dari desa pinggiran hutan yang datang untuk menjadi murid Penyihir Raldor.

Sudah tiga hari berada di rumah sang penyihir, tapi Raphael tidak melakukan apa-apa selain diminta melihat-lihat seisi rumah dan sekitar rumah. Meskipun begitu, setiap kali Raphael memperhatikan sudut rumah, dia akan menemukan hal baru yang menarik.

"Malam ini, kau boleh tidur sesukamu. Di mana saja," ujar Penyihir Raldor.

"Apa aku boleh pulang?"

"Untuk itu ... tidak!"

"Baiklah!" Raphael mengangguk setuju sambil menatap punggung kursi goyang dan kepala Penyihir Raldor yang tengah duduk dengan tenang di depan perapian.

***

[Cerita Fantasi]—Malam semakin gelap saat bulan bersembunyi di balik awan hitam, Penyihir Raldor kini sedang duduk di ruang bacaannya yang penuh dengan buku mantra dan artefak sihir. Di mejanya, ada tongkat sihir dengan ukiran misterius. 

Penyihir Raldor tengah merenungkan cara lain untuk melatih Raphael. Pemuda itu tampak bersemangat, tapi tak punya daya sihir yang cukup untuk dilatih. 

Tiba-tiba, pintu ruang bacaannya terbuka pelan. Raphael memasuki ruangan dengan mata penuh ketakutan. "Maaf sudah mengganggumu, Penyihir Raldor," ucapnya gemetar.

Raldor mengangkat alisnya. "Ada apa? Kau belum tidur?"

Raphael menjatuhkan pandangannya. "Aku mendengar sesuatu dari arah desa saat keluar memeriksa sekitar rumahmu. Aku takut, kalau desa kami diserang oleh kekuatan gelap lagi, dan aku tidak tahu harus berbuat apa karena kau belum mengajariku apa-apa."

Penyihir Raldor merenung sejenak, lalu berkata, "Duduklah, Raphael. Ada yang harus kuberitahu."

Raphael duduk di hadapan Penyihir Raldor. "Pertama, aku membutuhkan buku mantra kuno yang berisi pengetahuan tentang kekuatan gelap yang mungkin menyerang desamu. Lalu, debu emas dari goa terlarang di barat daya hutan. Lanjutnya.

"Lalu apa kau akan pergi memeriksa desaku jika aku mencari apa yang kau minta?"

"Ya, aku akan segera pergi. Selama aku pergi kau harus terus terhubung dengan rumah ini," angguknya dengat tatapan santai.

"Bagaimana caranya? Kenapa?"

"Itu tugasmu! Ada banyak mantra pemula yang tidak berbahaya di laci itu. Pilihlah beberapa, sesuai instingmu. Saat bola kaca itu menyala hijau kau sudah melakukan hal yang tepat, akan tetapi kalau menyala merah itu artinya kau dalam bahaya," jelasnya.

"Baik, Penyihir Raldor. Aku akan melakukan apa pun yang diperlukan. Asal kau mau pergi memeriksa desa," angguknya mendadak sangat sopan.

***

Malam itu, Penyihir Raldor pergi ke selatan untuk keluar dari hutan. Sebenarnya sejak kemarin malam dia merasakan aura buruk dari arah desa Raphael, tapi dirinya menahan diri sampai Raphael sendiri yang merasakan aura kegelapan dan energi jahat itu.

Sementara itu, Raphael yang ditinggal di rumah mulai mengikuti perintah Penyihir Raldor. Usai membaca beberapa buku mantra, Raphael pun nekat memulai perjalanan berbahaya menuju goa terlarang. 

"Nokra nathul zythor entariel!" ucap Raphael setiap kali melewati pepohonan raksasa dan jalan setapak yang gelap.

Maka seketika, dengan cahaya di ujung tongkat yang diambilnya dari salah satu peti tongkat Penyihir Raldor. Pepohonan akan memberikan jalan dan di jalanan setapak muncul kunang-kunang yang menemaninya.


Hanya berjalan selama dua jam lebih untuk bisa sampai ke goa terlarang. Raphael pun memasuki goa yang gelap, hanya dihiasi oleh cahaya gemerlap kunang-kunang. Raphael sempat terhenti pada jalan bercabang di dalam goa. Berkat bola kristal yang menyala hijau di sakunya, Raphael berhasil memutuskan untuk memilih jalan tepat.

Raphael berhati-hati menelusuri setiap sudut, mencari debu emas dan buku mantra yang diminta oleh Penyihir Raldor.

Di antara cahaya redup dari kunang-kunang, Raphael akhirnya menemukan sumber debu emas yang bercahaya keemasan di dinding goa. Dia mengambil sebagian kecil debu dengan hati-hati, lalu memasukkannya ke dalam kantong kecil.

Sayangnya, tak ada buku mantra di dalam goa. Raphael pun hendak meninggalkan goa, tetapi dia mendengar suara aneh yang bergema. Suara gemuruh menciptakan suasana mencekam.

Raphael merasa ada sesuatu yang tidak beres. Apalagi kristal di saki terus mengeluarkan warna merah pertanda bahaya. Dia cepat-cepat berjalan mencari pintu keluar goa, tetapi seolah-olah goa tak punya pintu keluar. Raphael pun terjebak di dalam goa yang gelap dan sunyi.


Lama terjebak, Raphael mengingat-ingat kembali mantra yang dibacanya di dinding rumah maupun buku-buku mantra di rumah Penyihir Raldor. Dengan suara lantang dan penuh keyakinan, Raphael melantunkan beberapa mantra yang dihapalnya.

"Zelaranth nathraas exelion!"

Saat itu juga, goa terlarang mulai bergetar, bola kristal bercahaya hijau. Bahkan kantong berisi debu emas mendadak terasa panas. Cahaya kunang-kunang seolah hendak meledak dan seakan-akan menerima mantra Raphael, pintu keluar goa tiba-tiba muncul dengan perlahan.

Begitu Raphael keluar dari goa, suasana hutan menjadi semakin mencekam, Raphael mulai merasa tertekan dengan kehadiran energi gelap yang melingkupinya.


Cerpen fantasi: Si Biru dan Si Oranye


Sementara itu, Penyihir Raldor yang tengah melakukan perjalanan menuju desa Raphael merasakan kekuatan gelap yang mengancam desa semakin besar. Dengan langkah mantap, Penyihir Raldor menggenggam tongkat sebahunya itu dan terus melangkah ke arah desa. 

Di tengah perjalanan, dia merenungkan nasib Raphael yang harus menghadapi ujian sendirian di goa dan rumahnya. Penyihir Raldor berharap Raphael mampu menyelesaikan tugas yang diberikan dengan baik.

Setelah perjalanan yang panjang, Penyihir Raldor akhirnya tiba di pinggiran desa Raphael. Dia merasakan aura gelap semakin kuat, Penyihir Raldor mengumpulkan kekuatan magisnya, siap untuk melindungi desa. Dengan tongkat sihirnya yang bercahaya, Penyihir Raldor masuk ke dalam desa yang keadaannya sangat mengerikan.

Ketika Penyihir Raldor memasuki desa, suasana yang tadinya terasa biasa-biasa saja walau banyak reruntuhan, tiba-tiba berubah. Udara terasa berat, orang-orang di desa perlahan keluar rumah penuh gelisah dan cemas.

Penyihir Raldor segera mendekati salah seorang penduduk yang dikenalnya. 

"Gurth, apa yang terjadi di desa?" tanya Penyihir Raldor dengan serius.

Gurth, dengan wajah penuh kekhawatiran, menjawab lemas, "Penyihir Raldor, akhirnya kau ke desa kami. Sejak beberapa hari laly kami merasakan kehadiran kekuatan gelap yang mengancam. Setiap tengah malam akan ada beberapa rumah yang hancur dengan sendirinya."

"Lalu?"

"Kami khawatir desa ini akan diserang oleh kekuatan yang tidak bisa kami lawan."

Penyihir Raldor mengangguk, "Aku juga merasakan hal yang sama ketika berada di hutan. Aku akan menghalau sebisaku."

"Bantu kami Penyihir Raldor!" Nenek-nenek seusia Penyihir Raldor mendekat.

Raldor mengangguk, "Baiklah, aku akan melakukan apa yang bisa kulakukan untuk melindungi desa ini."

Penyihir Raldor meminta warga berkumpul di satu tempat besar yang bisa menampung banyak warga desa. Dengan mantra pelindung, Penyihir Raldor melindungi dua bangunan terbesar di desa dan menghadapi arah barat desa yang berseberangan dengan makam kuno ibu kota.

***


[Cerita Fantasi]—Sementara itu, di rumah Penyihir Raldor, Raphael telah tiba dengan perasaan lega setelah berhasil mendapatkan debu emas dari goa terlarang. Namun, Raphael bingung. 

"Apa yang harus kulakukan? Aku tidak mendapatkan buku mantra kuno."

Dengan hati yang resah, Raphael segera mencari buku mantra kuno di dalam rumah Penyihir Raldor saja. Dia membuka semua laci kayu, sampai terhenti di sebuah lemari tua yang mengeluarkan energi keemasan.

"Selama aku pergi kau harus terus terhubung dengan rumah ini." Kalimat Penyihir Raldor terngiang di kepala Raphael.

Dia kembali memeriksa salah satu laci dan mengambil gulungan kertas dan benda-benda kecil bercahaya. Raphael memilih beberapa gulungan mantra dan mengamati isinya. Dia merasa tertarik pada satu gulungan mantra yang bertuliskan kata-kata aneh.

"Shintakryx goldumashap naethor."

Raphael mengambil tongkat kecil bercahaya dan memusatkan pikirannya pada mantra tersebut. Dia mendadak punya ide aneh.

Lemari dengan nyala emas, ditaburi debu emas dari goa terlarang. Mantra pun diucapkan. Saat dia melantunkan mantra dengan penuh keyakinan, bola kaca bening di sakunya mulai berpendar hijau lembut.

Raphael tersenyum lega. "Aku melakukan hal yang benar," gumamnya.

***


Di kedalaman hutan yang lebat di sekitar makam tua. Sebuah kekuatan gelap mulai muncul dengan energi penuh. Penyihir Raldor, bersiap melawan ancaman yang mengintai dengan semua kekuatan yang dimiliki.

Dari arah kegelapan hutan barat, melewati makam tua kekuatan kembali merayap perlahan menuju desa. Rupanya, sejak dalam perjalanan dari rumah menuju desa, Penyihir Raldor sudah berusaha mengusir kekuatan itu. Tapi, tidak bertahan lama.

Angin berembus dengan ganas, mengirimkan daun-daun kering berputar di udara. Penduduk desa yang dikumpulkan di satu tempat dan berada di bawah mantra perlindungan semakin merasa gelisah.

Penyihir Raldor membuat perisai energi sihir dan memasang perangkap sihir di sekitar batas desa. Dia tahu bahwa kekuatan gelap ini tak bisa dianggap enteng.

***

Di rumah Penyihir Raldor, Raphael terus mengucapkan mantra itu sampai ada hal yang berubah.

Benar saja, lemari beraura emas itu bergetar hebat hingga mengeluarkan bunyi aneh. Dengan sekali dentuman, pintu lemari terbuka. Di dalamnya ada cahaya keemasan yang menarik tubuh Raphael ke dalam lemari dan menghilang begitu saja.

Cerpen lainnya: Dua Cincin
Mungkin Anda sukai: Istana di Pulau Aramis

Di desa, Penyihir Raldor tengah menahan energi yang berkeliaran di sekitar desa. Saat malam semakin larut, kekuatan gelap mulai menampakkan dirinya. Bentuk-bentuk bayangan hitam bergerak di antara pepohonan, mengeluarkan suara-suara aneh yang menggema di udara.

Beberapa tembakan berapi mencoba menembus mantra perlindungan Penyihir Raldor beberapa tembakan itu mengenai pakaiannya.


Tiba-tiba, sebuah cahaya terang muncul dari langit. Pemuda cungkring jatuh dengan keras menghujam sebuah bantalan cahaya emas yang tiba-tiba mendahuluinya.

Itu Raphael, dengan tongkat kecil bercahaya di tangannya bangun dengan wajah terkejut dan tegang. 

"Raphael! Kerja bagus!" serunya memuji murid pilihan yang telah diuji beberapa hari lalu bersama pemuda-pemudi lainnya.

"Apa?" Raphael terkejut, coba berdiri lurus dengan napas tersengal.

"Kau lulus ujian kedua untuk menjadi muridku. Sekarang, arahkan tongkatmu ke langit dan halau serangan bayangan hitam itu," ungkap Penyihir Raldor masih sibuk dengan tongkatnya.

"Baik! Ayo, kita lawan bersama!" seru Raphael, memancarkan aura positif dengan wajah sumringah. 

Penyihir Raldor dan Raphael memimpin serangan dengan mantra-mantra sihir yang mereka kuasai. Cahaya dan bayangan bertabrakan di udara, menciptakan pertarungan yang spektakuler.

Raphael menggunakan mantra-mantra yang dia pelajari secara singkat, itu membangkitkan elemen-elemen alam untuk melawan kekuatan gelap. Dia merasa semakin kuat dengan setiap serangan yang dilakukan.

Penyihir Raldor juga memberikan kontribusi besar dengan kekuatan dan pengalaman sihirnya. Dia mengarahkan serangan dan memperkuat perisai sihir.

Penduduk desa bergabung dalam doa untuk kedua pahlawan mereka. Pertarungan sengit itu berlangsung hingga fajar menyingsing. Kekuatan gelap mulai mundur, terdesak oleh kekuatan Penyihir Raldor dan Raphael.

***

Ketika matahari terbit, bola kristal yang dibawa Raphael di sakunya mendadak terbang ke arah bayangan yang mulai goyah. Tiba-tiba, bayangan itu terserap ke dalam bola kristal dan seketika bola itu lenyap ditelan debu emas.

Penyihir Raldor tersenyum bangga melihat Raphael yang menyelesaikan pekerjaan dengan membuka kantong debu emas. Pertarungan pun selesai dalam keletihan yang membuat keduanya lemas terduduk di tanah basa.

Perlahan, dengan terbitnya matahari. Langit justru mengucurkan air hujan dan memadamkan api yang tercipta akibat serangan api bayangan kegelapan itu.

"Selamat Raphael, kau baru saja lulus ujian ketigamu. Terima kasih sudah membantuku," kata Penyihir Raldor dengan penuh hormat.

Raphael mengangguk, penuh rasa syukur. "Terima kasih juga kepada, Penyihir Raldor. Aku belajar banyak darimu."

Semenjak hari itu, Raphael tetap tinggal di rumah Penyihir Raldor untuk terus belajar sihir dan kebijaksanaan.

***

Pada suatu sore, Penyihir Raldor menatap bola kristalnya yang kini sudah berwarna hitam berasap. 

"Aku sudah menemukan penerusku. Tongkat sihir ini akan kuberikan pada Raphael saat dia sudah tumbuh menjadi penyihir terkuat."

Bola kristal itu menyala kemerahan dengan selimut asap hitam, tiba-tiba keluar suara serak dari dalam kristal.

"Akhirnya kau menemukan murid yang kau inginkan selama ratusan tahun. Dasar penyihir licik! Berani-beraninya kau menggunakanku hanya untuk menyeleksi muridmu!"

"Setidaknya, aku harus berbuat sejauh itu untuk menemukan penerusku." Penyihir Raldor tersenyum tajam, sambil bergoyang pelan di kursi goyangnya.

***

TAMAT 

Gorontalo, 7 Mei 2024

Sekali lagi, terima kasih karena sudah membaca cerpen fantasi ini. Maaf banget nih, kalau ceritanya terlalu mainstream, aku hanya menuangkan imajinasi di kepala. Lagipula ini cerpen lama yang dulu sempat tayang di Opinia.


Semoga suka ya .... Kalau kamu suka cerita seperti ini, jangan lupa cek juga cerpen-cerpen fantasi lainnya di blog ini ya.

Komentar

Populer

Mengenal Suku dan Masyarakat Adat Gorontalo Lebih Dekat

Review Drama Korea The Trauma Code: Heroes on Call (2025)

Review Drama Korea Love Scout (2025): Romantisme di Tengah Kerasnya Dunia Kerja