Impian Pernikahan Sederhana di Gorontalo
Impian Pernikahan Sederhana di Gorontalo
Sumber: https://museum.gorontaloprov.go.id/foto-pengantin-gorontalo-1910/
Menurut sensus BPS tahun 2010, Indonesia memiliki 1.340 suku. Termasuk suku Hulonthalo; Gorontalo. Membahas tentang suku tidak akan lepas dari adat istiadatnya, tidak terkecuali Gorontalo yang merupakan provinsi ke 32.
Hal menarik dari adat istiadat di Indonesia adalah adat pernikahannya yang beragam.
Sama seperti daerah lainnya, Gorontalo juga memiliki prosesi ada pernikahan yang megah dan lumayan menguras waktu, uang serta tenaga. Akan tetapi, haruskah sebuah pernikahan berujung terlilit utang piutang hanya demi kemegahan semalam? Eh, di Gorontalo bukan kemegahan semalam sih, karena ada berbagai proses yang harus dilakukan sebelum dan sesudah akad nikah. Proses yang jauh dari kata sederhana.
***
Pernikahan di Gorontalo terbagi menjadi tiga bagian.
Pertama adalah prosesi Mobalanga, Tolobalango dan Dutu
Mobalanga atau penyampaian hari pelaksanaan peminangan atau musyawarah keluarga inti. Pembicaraan biaya semacam uang panaik atau bantuan dana pernikahan dari pihak pria terjadi di sini. Tolobalango; peminangan secara resmi untuk menentukan tanggal akad dan resepsi. Dutu atau antar harta adalah upacara seserahan. Isian seserahan disebut Tapahula; yaitu seserahan berupa kosmetik, pakaian wanita dan perlengkapan mandi, juga ada Ayuwa yaitu beberapa keranjang buah-buahan. Dutu menjadi momen penyerahan bantuan dana pernikahan kepada pihak wanita yang jumlahnya kalau kata Wendi Cagur di Lapor Pak saat episode Arif Brata. "Bukan uang panaik. Tapi, uang dengan jumlah besar yang bikin leher kecekek."
Baca juga: Review Film Kimi no Nawa
Review Film: Review Film Catman
Kedua adalah prosesi Mopotilanthahu, Akaji dan Mopopiipidu
Mopotilanthahu adalah malam pertunangan di mana akan ada acara Molapi Saronde, sebuah tarian yang dilakukan calon mempelai pria. Belakangan, tidak semua lapisan masyarakat melakukan prosesi ini. Kebanyakan hanya melakukan malam bakupas, di mana keluarga mempelai wanita membuat persiapan akad nikah dengan berkumpul bersama keluarga dan tetangga.
Sebelum Akaji atau akad nikah dilakukan di rumah mempelai wanita. Akan ada berbalas Tuja'i; pantun dan puisi tradisional yang dilaksanakan pada saat penyambutan mempelai pria di rumah mempelai wanita. Setelah Akaji, kedua mempelai akan disandingkan di puade; pelaminan dan ini disebut Mopopiipidu
Mungkin Anda sukai: Aku dan Platform Menulis
Baca juga: Dear Diary
Terakhir ada acara resepsi yang disusul dengan adat Mohama dan Modelo
Dalam acara resepsi, beberapa keluarga masih menampilkan tarian Tidi dari mempelai wanita. Prosesi resepsi ini lumayan melelahkan karena mempelai harus berganti pakaian 2-3 kali. Bagi yang fisiknya kurang kuat, biasanya resepsi di gelar tiga hari atau seminggu setelah akaji.
Mohama adalah prosesi keluarga pria menjemput pasangan pengantin dari rumah mempelai wanita. Sementara Modelo adalah sebutan membawa pengantin ke rumah orang tua mempelai pria, semacam ngunduh mantu dan biasanya ada resepsi juga dari pihak laki-laki.
Sebenarnya masih ada beberapa adat yang sudah tidak dilakukan di zaman sekarang dan alhamdulillah jadi agak menyederhanakan rangkaian acara yang seabrek itu.
Salah satunya adalah Momontho. Prosesi ini saya dengar dari almarhumah nenek. Sebuah upacara yang berisi pengesahan kedua mempelai sudah siap menikah dan akan menerima petuah atau nasehat untuk bekal berumah tangga. Zaman sekarang, hanya keluarga terpandang yang masih sering memakai adat Momontho. Alih-alih diupacarakan secara adat, untuk kaum menengah, bagian pemberian petuah ini sudah dilakukan di KUA dengan istilah dibina atau pembinaan.
Sebenarnya, upacara Momontho juga bertujuan mempersiapkan calon mempelai wanita agar tampil cantik di hari H. Calon mempelai wanita akan melakukan serangkaian ritual perawatan tubuh dengan penguapan bahan-bahan tradisional selama seminggu, kemudian dipingit. Mengingat zaman sekarang banyak wanita yang bekerja kantoran, maka prosesi ini sudah jarang disertakan dalam rangkaian upacara pernikahan.
***
Melihat berbagai prosesi yang terlalu megah itu, membuatku tidak ingin melakukan seluruh rangkaian prosesi adat tersebut saat menikah nanti.
60% saja sudah cukup untuk kuterapkan. Selain pernikahan sederhana adalah impianku, secara fisik aku tidak akan sanggup melewati segala urutan prosesinya. Bukan hanya itu saja, banyaknya rangka acara tentu akan menguras uang dan tenaga. Jika memang diberi dana bantuan berlimpah, alih-alih dipakai untuk memeriahkan acara pernikahan yang hanya berlangsung sesaat, lebih baik uangnya ditabung dan dialokasikan untuk sesuatu yang lebih bermanfaat setelah menikah nanti.
Apalagi ada budaya baru yang tercipta usai pernikahan yaitu budaya bayar utang. Mirisnya lagi, budaya ini bersirkulasi pada kaum menengah. Demi gengsi untuk memeriahkan pernikahan, tak jarang banyak orang tua mempelai tetap memaksakan rangkaian upacara meski harus pinjam uang sana-sini, bahkan membuat resepsi megah dengan kapasitas ratusan tamu undangan.
Bukankah sesuatu yang sederhana akan lebih hikmat? Daripada ujungnya terlilit utang.
Tapi, lumayan sulit untuk menerapkan ide menikah sederhana. Ada peraturan tidak tertulis di masyarakat Gorontalo, tentang menikah sederhana. Bisa jadi buah bibir dan fitnah. Apalagi semakin besar uang dutu alias uang panaik, semakin bergengsi sebuah keluarga.
Ditambah lagi, rata-rata pasangan yang menikah di bawah 35 tahun; meskipun sudah bekerja sekalipun. Segala prosesi adat dan pengurusan dokumen, masih wajib melibatkan pendapat dan keputusan orang tua. Sulit untuk merealisasikan pernikahan impian yang sederhana.
Prosesi adatnya sama sekali tidak bermasalah jika yang punya hajat memiliki uang lebih. Namun, jika prosesnya masih sepenuhnya di tangan orang tua, ditambah konsep menikah mewah nan megah ini masih populer. Pernikahan sederhana akan sangat susah dilakukan.
Ya, melestarikan adat dan budaya itu penting, tapi sesuaikan juga dengan isi dompet.
Jangan sampai jadi begini: To pesta monga dagingi, lapato pesta mohipo duungo; artinya saat pesta makan daging, setelah pesta meniup kapas.
Sumber Referensi:
1. https://gorontalo.kemenag.go.id/opini/388/menyibak-prosesi-adat-pernikahan-gorontalo
2.Cerita Almarhumah nenek.
Komentar
Posting Komentar