Terbaru

Cerpen Persahabatan: Bagai Angsa dan Bebek

Cerpen Persahabatan: Bagai Angsa dan Bebek


Cerpen persahabatan identik dengan hubungan yang seru dan banyak pelajaran yang bisa diambil. Cerpen kali ini pernah tayang di Opinia, sebelum aplikasi menulis ternyaman ini berhenti menjadi rumah ternyamanku.

Simak cerpen persahabatan, Bagai Angsa dan Bebek. Selamat membaca.

***


[Cerpen Persahabatan]—Banyak orang di dunia tahu tentang cerita itik buruk rupa. Tidak, kali ini aku tidak sedang ingin menceritakan tentang si itik dan keluarganya. Melainkan tentang hal yang kutemukan di suatu hari. Kala senja perlahan mundur, menarik selimutnya yang berbintang menuju kasur; persaudaraan dan persahabatan.


Sore itu, aku dan keempat sahabat memutuskan keluar dari persembunyian, menuju dunia luar yang disebut taman; kami berlima ingin liburan sekaligus mencipta kenangan. Aku dan keempat sahabat suka sekali mengurung diri di bilik-bilik kamar, kami gadis-gadis pemalu yang sibuk dengan dunia masing-masing. Ada yang bekerja dan sekolah, sehingga kamar adalah dunia tempat melepas lelah.

Senja yang hangat akhirnya menyapa, saat mereka bertiga sibuk mengabadikan momen yang jarang kami lakukan. Aku dan Mita berjalan di tepi danau yang tenang. Kebetulan, kami berdua adalah penikmat senja. Ingin sekali rasanya melihat pantulan gurat-gurat langit merah di atas danau.

Kami kemudian duduk melihat senja, tak banyak bicara sebab seminggu lalu kami sempat berdebat perihal sepele. Ya, kupikir sepele, tanpa tahu bahwa hal itu membuat Mita sangat marah. 

Mita diam, aku pun sama. Sesekali coba meliriknya dan berdehem, Mita pun hanya mengeluarkan suara batuk yang menggelikan.

Tiba-tiba, aku melihat dua makhluk indah sedang berenang di air. Ada seekor angsa dan bebek yang bertemu di tengah danau. Di sisi bersebelahan aku bisa melihat rekan sejenis mereka yang menikmati air danau. 

"Kamu lihat kumpulan bebek itu, nggak?" ucap Mita yang ternyata sedang melihat ke arah lain. Aku mengalihkan pandangan dari dua makhluk berbeda di tengah danau.

"Seharusnya sesama bebek tetap bersama bebek. Karena dia bukan angsa." Lanjutnya bernada cuek.

"Kamu lihat itu," ucapku menunjuk bebek dan angsa yang berenang bersama. Mita mengikuti telunjukku. "Biarpun beda jenis, mereka berenang berdampingan. Harmonis banget, karena mereka temenan!"

Aku berdiri dari rerumputan tanpa mendengarkan jawaban Mita, pindah dan duduk ke batu besar untuk mengamati mereka. Dengan penuh keanggunan angsa berenang perlahan membelah air, sementara si bebek bermain-main dengan riangnya di sekitar angsa. Mereka tidak terganggu oleh perbedaan mereka, malah saling melengkapi dan di mataku itu persis seperti aku dan Mita.

Dalam keheningan senja, aku merenungi tentang persahabatan mereka. Mita ikut naik ke atas batu, melihat angsa dan bebek yang sedang aku perhatikan sejak tadi.

"Kamu itu angsa, Ri. Aku pikir kamu tetap bakal jadi bebek yang sama kayak aku. Ternyata kamu angsa." Ucapannya membuatku tertunduk. 

"Kamu kecewa aku berubah ya? Kamu kecewa aku harus pergi besok? Meninggalkan kalian semua?" tanyaku.

"Aku tuh cuma sebatas teman masa kecil aja ya buat kamu? Sampai kamu tega nggak cerita soal ikut orang tua kandungmu?"

"Maafkan aku, Mit. Itu bukan kuasaku. Aku harus ikut mereka, mereka orang tuaku. Kamu tahu sendiri kan, bagaimana perjuangan kita waktu mencari orang tua kandung dan aku sekarang akhirnya ketemu mereka."


Mita tiba-tiba menyentuh tanganku, suaranya tertahan.

"Kamu nangis?" Aku menatapnya lesu. Tidak tega rasanya melihat Mita menangis, anak yang selalu mengikuti dan mengajakku bermain sejak pertama kali kami bertemu.

"Aku nggak mau kita pisah. Dibandingkan mereka bertiga yang baru datang di panti enam tahun lalu. Kamu dan aku udah ada di panti yang sama sejak aku umur enam tahun. Di mataku, kamu itu udah kayak saudara."

"Aku juga anggap kamu kayak saudara, makanya—"

"Harus banget pergi ya?" ucapnya tertunduk. 


Aku terdiam, menyadari bagaimana kami berdua punya perbedaan yang tak kalah menarik, tapi saling mengisi satu sama lain. Kini, kami semakin sulit berpisah dan ini bukan hal bagus.

Aku adalah orang yang merencanakan segalanya dengan teliti, termasuk rencana untuk ikut pergi saat berhasil menemukan orang tua kandungku nanti. Tinggal di panti selama 14 tahun membuatku sangat berharap bisa bertemu mereka, terlebih saat Bu Sita memberitahukan bahwa aku tidak dibuang begitu saja. 

Aku adalah anak hilang yang pernah mereka lihat selebarannya 14 tahun lalu.

Untuk itu, pihak panti menahanku tetap tinggal di sana sambil memberikan informasi soal pencarian anak hilang. Sampai benar-benar menemukan orang tua kandungku.


Sementara Mita, dia sosok adik yang lebih suka mengikuti alur tanpa terlalu banyak berpikir. Anak kecil yang dulunya gemar sekali membaca buku dan cerpen tentang persahabatan dan keluarga. Sehingga kukira dia akan baik-baik saja dengan segala rencana hidupku yang tiba-tiba ini.

Dari angsa dan bebek, entah kenapa aku belajar tentang persahabatan kami berdua. Bahwa perbedaan itu alami dan tak perlu menghalangi persahabatan, itulah yang jadi mauku. Tapi Mita, dia tidak bersedia merelakan aku pergi. Ini berbuah kegelisahan selama berhari-hari.

Kami berdua terbiasa saling melengkapi dan belajar dari kelebihan dan kekurangan masing-masing. Seperti angsa yang yang anggun dan perlambang cinta, aku pikir telah memberikan kasih sayang secukupnya bagi sahabat karibku ini.


Baca juga: Cerpen Gratis: Jojo dan Lia

Mungkin Anda sukai: Review Kak Bi


[Cerpen Persahabatan]—Saat matahari merunduk di cakrawala, gelap mulai menggelayuti langit. Bebek pun perlahan berenang ke arah lain, dia pergi meninggalkan angsa yang masih asik menikmati sore.


Mita berdiri, aku menatapnya ragu. Mita pergi dengan meninggalkan kalimat yang membuatku tersenyum ringan.

"Sama seperti bebek yang udah pergi itu, aku juga mau balik ke taman. Kamu tetap di sini aja, sama kayak si angsa!" Ucapannya terdengar lucu, karena terkesan merajuk bagiku. Aku lekas berdiri untuk menyusul Mita.

"Semoga kamu tetap jadi adik terbaik yang pernah aku punya," ujarku berjalan di belakangnya.

"Aku nggak mau jadi adikmu! Kita tuh sahabat," ketusnya dengan wajah cemberut.

"Kenyataannya kita memang beda setahun. Kamu aja yang nggak sopan!" Aku tertawa dan berlari menuju ketiga teman yang sedang menunggu.


***


"Kalian udah baikan?" tanya Najwa langsung menggandengku, begitu kami berdua tiba di tempat mereka bertiga berada.

"Udah, dia udah ngatain aku angsa tadi."

"Angsa?" sela Dona.

"Iya, angsa yang gabung di grup bebek," gerutunya menatapku kesal.

"Aku nggak mau jadi bebek! Aku angsa juga dong!" seru Lani berkacak pinggang, si paling bungsu yang datang ke panti enam tahun lalu saat berusia 9 tahun.

"Sudah! Cukup! Sudah gelap tuh, kita pulang. Kak Riana besok harus ketemu orang tuanya, dan kita harus rela melepaskan Kak Riana!" Najwa tertunduk.

"Kalian semua adik dan sahabat-sahabat terbaikku." Aku menggandeng Dona dan Najwa. "Aku nggak mungkin lupa sama kalian kok. Aku cuma pergi untuk bertemu keluarga besar, setelah itu aku upayakan untuk balik ke sini."

"Janji?" Mita menatapku.

"Hmm!" Aku mengangguk dengan napas berat. Kami berlima saling merangkul dalam bayang-bayang malam. "Sudah ah, jangan lama-lama di sini, kita bukan lagi bikin tugas nulis cerpen tentang persahabatan ya. Aku harus siap-siap untuk besok!"


Ucapanku berbuah pelukan dan tangisan. Ah, mereka ini ....


Trailer Cerpen: Bagai Angsa dan Bebek

Cerpen lainnya: Cerpen Gratis


Bukankah si itik buruk rupa, menjelma menjadi angsa dan kembali pada keluarganya? Tapi, ini bukan soal si itik buruk rupa, juga bukan soal angsa dan bebek. Tapi, tentang persahabatan yang memberiku pelajaran berharga tentang menghargai keputusan dan menjaga persaudaraan yang tak terikat darah.


Walaupun darah lebih kental daripada air, persahabatan adalah cara baru untuk menjaga dan merayakan sebuah ikatan keluarga kami yang unik. Keluarga yang terbentuk dari saling menjaga, saling mengalah dan saling bersabar yang tumbuh dari lingkungan ciptaan Bu Sita; pengasuh kami di panti asuhan.


Lagipula, usiaku sudah cukup tua untuk tetap tinggal di panti. Salah Mita sendiri, dia tidak mau jadi adikku dan diadopsi oleh orang tua kandungku. Katanya, dia terlalu tua untuk diadopsi.


TAMAT 

Gorontalo, Agustus 2023


***


Catatan: Karena menulis ini langsung di Opinia dulu, titimangsa penulisan cerpen ikut hilang bersama Opinia. Semoga opinia masih bisa muncul sesaat karena aku mau back-up tulisan di sana.

Komentar

Populer

Review Squid Game All Season | Season Tiga Gagal Mengalahkan Season Pertama

Review Film #ALIVE: Bertahan Hidup dari Zombie di Korea