Terbaru

Cerpen Misteri: Nama Pena Misterius

Cerpen Misteri: Nama Pena Misterius

Oleh: Nurwahidah Bi



[Cerpen Misteri]—Bertengkar dengan orang tua perkara hobi dan mimpi, mungkin sudah biasa. Bukan hanya aku yang mengalaminya. Tapi, kali ini aku sangat marah.


Terlahir di keluarga aneh, di mana hanya anak lelaki yang bisa melanjutkan pendidikan hingga jenjang kuliah, aku menerima nasib itu dengan lapang dada. Karena itulah, aku tidak benar-benar menggunakan otak semasa sekolah. Bahkan tahun lalu aku lulus SMA dengan nilai yang biasa saja. Percuma saja.

Akan tetapi, aku tidak bisa menyembunyikan hobi membaca buku yang akhirnya membuatku minggat dari rumah dan pergi ke kampung, mencari rumah nenek yang sudah tiga tahun tidak kudatangi.

Ibu masih tidak suka pada diri ini yang terobsesi dengan buku, entah apa maunya?


***


Hari itu, aku menemukan sesuatu yang aneh ketika membuka pintu gudang di rumah nenek, aku tidak pernah membayangkan bahwa hidupku akan berubah begitu cepat. 

Gudang itu selalu terasa seperti dunia yang terlupakan, tempat di mana benda-benda lama dan berdebu berbaring tak ada pengganggu. Aku masuk ke dalamnya, tertarik untuk melihat-lihat barang-barang yang ditinggalkan di tempat ini. 

Di antara tumpukan kardus, buku tua, debu, dan kotak kayu penuh kenangan, aku menemukan sesuatu yang menarik perhatian. Beberapa buku berkulit keras yang terlihat cukup tua dan berdebu. Sampul bukunya sudah pudar, tetapi ada yang aneh pada buku ini. Tidak ada judul di sampulnya, hanya ada sebuah nama pena yang ditulis dengan indah di sudut kanan atas; Aurora Midnight.

Sebuah nama pena misterius, yang aku tidak pernah dengar sebelumnya. Sudah banyak buku yang kubaca, tapi baru kali ini mendapati nama pena misterius dan aneh. Itu membuatku penasaran. 


Baca juga: Ruang Puisi: Gugur di Hatimu

Cerpen lainnya: 10:52


Aku membuka buku itu, tulisan di dalamnya masih bagus. Tintanya awet dengan lembaran kertas agak kasar. 

Halaman-halaman di dalamnya penuh dengan cerita pendek yang mengagumkan. Aku tidak ingat sudah duduk selama berapa jam di dalam sini. Aku terpaku pada setiap cerita yang memiliki sentuhan misterius dan petualangan menegangkan. Aku terhipnotis oleh kata-kata di halaman-halaman itu.


***


[Cerpen Misteri]—Aurora Midnight, si penulis misterius ini membuatku terpesona. Aku ingin tahu lebih banyak tentangnya. Tapi, hanya buku-buku tua ini petunjuk yang aku punya. Di bagian belakang buku juga tidak ada biodata penulis. Sehingga, aku memutuskan untuk mencari tahu tentang Aurora Midnight di internet.


Setelah kembali ke kamar bersama buku-buku itu, aku segera mencari informasi tentangnya. Aku menemukan sedikit informasi yang bilang bahwa Aurora Midnight adalah seorang penulis misteri yang sangat dihormati dalam sebuah komunitas penulis. Tidak ada yang tahu siapa dia sebenarnya. Semua karya-karya Aurora Midnight dikirimkan secara anonim, dan tidak ada yang pernah melihatnya. Apa jenis kelamin dan nama aslinya?

Aku semakin penasaran. Apakah mungkin dia masih hidup? Apakah dia masih menulis?

Aku mulai memakai otak ini untuk menggali lebih dalam, mencari jejak-jejak Aurora Midnight. Aku menghubungi komunitas penulis, bertanya pada mereka jika mereka pernah mendengar tentangnya atau memiliki informasi lebih lanjut.

Angin malam, masuk ke rumah yang panas. Benar-benar menyegarkan karena beberapa minggu kemudian, aku mendapatkan pesan dari seseorang yang mengaku tahu tentang Aurora Midnight. 

Dia mengundangku bertemu di sebuah kafe yang terletak di sudut kota. Aku sangat gugup, tetapi juga sangat penasaran. Aku pun setuju untuk bertemu dengannya.


Ketika aku tiba di kafe, seorang pria paruh baya dengan rambut abu-abu dan pakaian rapi sudah menunggu di sana. Dia menyambutku dengan senyuman hangat, dan memperkenalkan diri sebagai Martin, seorang penulis misteri yang pernah berkolaborasi dengan Aurora Midnight . Aku hampir tidak bisa percaya bahwa aku sedang duduk di hadapan seseorang yang pernah bekerja dengan penulis misterius ini.


Kakek Martin mulai bercerita tentang pengalaman kerjanya dengan Aurora Midnight. Mereka pernah bekerja sama dalam proyek misteri yang lumayan sukses. Tapi, bahkan kakek Martin sekalipun tidak pernah melihat wajahnya atau mengetahui identitas sebenarnya. Semua komunikasi mereka dilakukan melalui fax dan telepon.


Aku ingin tahu lebih banyak, tetapi kakek Martin mengatakan bahwa dia tidak memiliki informasi lebih lanjut tentangnya. Setelah beberapa jam berbicara, dia berpamitan, meninggalkanku dengan banyak misteri di kepala.

Petualanganku mencari Aurora Midnight masih berlanjut dan setiap langkah membawaku lebih dalam ke dunianya yang misterius. Aku mulai membaca dan mengumpulkan semua karya yang ditulisnya. Secara tidak sadar, aku sering menghubungi ibu dan bertanya apa dia tahu soal barang siapa saja yang ada di gudang. Secara alami, aku dan ibu kembali berbaikan.


Artikel lainnya: Peringatan Misterius

Mungkin Anda sukai: Review Drama China: Love Like the Galaxy


***


[Cerpen Misteri]—Karya-karya Aurora Midnight memikat, dari internet aku menghubungi penulis misteri lain yang dulunya terkenal, mengikuti jejak-jejaknya, dan bahkan mengunjungi tempat-tempat yang pernah dia sebutkan dalam ceritanya.


Suatu hari, aku seharusnya mengunjungi rumah tua, yang ternyata lokasi dan bangunannya mirip seperti penjelasan dalam buku. Aku menyadari bahwa rumah yang dimaksud adalah rumah nenek dan kakek, tempat tinggalku selama beberapa bulan ini.

Aku masuk ke kamar nenek dan tersenyum melihat laci tua di sudut ruangan. Aku menyadari bahwa di rumah ini hanya numpang makan dan tidur, tidak benar-benar mengobrol dan berinteraksi dengan nenek. 

Nenek sedang tidur di ruang menonton, jadi aku mengunci kamarnya dari dalam dan membuka kotak dengan ukiran tulisan Aurora Midnight. Di dalamnya ada selembar surat tua yang terlipat rapi.

Surat itu ditulis dengan tulisan tangan dan ditandatangani oleh Aurora Midnight.

Bintang di langit pernah berkata kepada rembulan, "Biarkan aku yang menjadi pendampingmu. Di bawah semesta, kuikatkan janji padamu wahai penyihir kata."

"Kau memantraiku dengan segenap rasa dan pepatah. Kau laksana candu yang memacu jantung, hingga terbuai akan rayu."

"Wahai penyihir kata, insipirasi rasa dan belenggu. Aku akan menjadi malam penuh warna di mana akan selalu mengingatmu. Walau kelak aku lupa, atau kelak aku tua, atau mungkin saja aku mati dalam luka."

"Jangan biarkan anak-anak memaafkanku, manusia egois yang memilih mati bersama mimpi."


Aku merasa seperti menemukan potongan teka-teki yang hilang.

Petunjuk di surat tersebut membawaku berlari ke ruang menonton. Nenek berbaring dengan kipas angin tua berisik yang menghadap ke dinding. Televisi menyala dengan suara kecil.

"Nenek?"

"Hmm?" Nenek bangun. Wajahnya lesu, masih mengantuk.

"Ini surat siapa?" tanyaku cepat.

"Itu apa?" Nenek mengambil surat di tanganku. Kemudian terkekeh. "Ini surat dari kakekmu."


Aku terdiam, mencoba mencerna ucapan nenek.

"Kakek?" Aku menatap surat di tangan nenek dan merampasnya, sambil membaca nama di bagian bawah surat. "Aurora Midnight?"


Nenekku terlihat sedih. Lalu, mengangguk dan membenarkan apa yang kutanyakan.

Aku tidak pernah melihat kakek, dia meninggal saat ibuku; si anak bungsu masih berusia 10 tahun. Aku juga tidak pernah bertanya soal dirinya, karena tampaknya ibu dan paman atau bibi tidak suka membahas soal sosok kakek.


Tapi, kali ini. Untuk pertama kalinya aku mendengar kisah kakek.

"Kakekmu adalah seorang guru bahasa yang sangat mencintai kata-kata dan cerita. Begitu pula nenek. Dia rela pulang pergi, mengirimkan surat dan fax untuk bertukar kabat dengan sahabat-sahabat penanya. Tapi, setelah kematian ibunya, kakekmu menghilang. Meninggalkan nenek yang masih mengandung ibumu, juga paman dan bibimu yang masih kecil."

"Lalu?"

"Dua tahun kemudian dia kembali, menjadi lelaki yang sangat berbeda. Tidak lagi mengajar dan menulis, dia beralih berkebun dan berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak pernah lagi menulis."

"Kakekku berhenti menulis ya?" Aku penasaran.

"Kamu pikir dia bisa berhenti? Tidak! Sebagai gantinya, dia menulis dengan nama pena Aurora Midnight, nama yang diambil dari nama restoran tempat kencan pertama kami."


Aku tersentuh, menurut nenek, kakek menjadi lebih puitis. Dia yang awal suka menulis genre misteri, mendadak menulis romantis dan selalu mengelu-elukan nenek.

Nenek pun mengungkapkan bahwa dia selalu tahu tentang kegiatan rahasia kakekku, tetapi memutuskan untuk merahasiakannya sebagai penghormatan pada keinginannnya yang ingin tetap menulis secara anonim. Kakekku ingin menjaga dunia menulisnya terpisah dari dunia nyata, dan nenekku selalu menghormatinya. Nenek pun tidak pernah bertanya alasan kakek berubah, selama dia masih bisa membaca tulisan-tulisan kakek sebagai penggemar nomor satu.

"Apa itu yang membuat ibu melarangku membaca buku? Karena dia tidak suka kakek yang seorang penulis," tebakku.

"Ibumu pernah membaca sebuah buku buatan kakekmu, karena seharusnya buku itu tetap rahasia. Dia marah besar dan malah membakar bukunya di depan ibumu dan saat itulah nenek mengetahui bahwa dia menderita kanker seperti ibunya."

"Nenek!" Aku memeluk nenek.

"Ibumu marah dan berteriak ingin kakekmu mati saja, ibumu mengira dia dilarang baca buku. Tidak lama kemudian, dia memberikan surat itu untuk nenek dan pergi selama-lamanya."

"Bu?" Suara ibu membuatku melepaskan pelukan nenek.

Ibu menangis, sepertinya mendengar obrolan kami berdua. Dia bersimpuh sambil memeluk nenek dan aku pun pergi meninggalkan mereka berdua.


Kini, aku merasa seperti menemukan kembali warisan keluarga. Aku menyatukan semua karya-karyanya, termasuk naskah-naskah asli yang kutemukan di gudang. Aku memutuskan untuk membagikannya dengan dunia sebagai penghormatan pada Aurora Midnight, nama pena misterius nan penuh keromantisan.


***


Dengan cerita-cerita dan semangat Aurora Midnight, aku merasa lebih dekat dengan dunia misteri yang kakek ciptakan.

Lalu, bagaimana hubunganku dengan ibu?

Setelah mendengarkan penjelasan nenek hari itu, soal larangan kakek membaca buku. Ibuku mulai membiarkanku untuk melanjutkan hobi, bahkan hari ini dia menjadi salah satu penyemangat yang membuatku semakin serius menjalankan pekerjaan sebagai kolektor buku lama yang membuka kafe buku.

Dengan bantuan para penulis yang kutemui saat pencarian Aurora Midnight, aku mendapatkan berbagai donatur buku untuk kafe buku. Butuh waktu lama untuk bisa sampai di titik ini, tapi aku sangat menikmati segala prosesnya.

Bisa dibilang, aku adalah anak perempuan paling sukses dalam keluarga tanpa menempuh jalur yang sama dengan saudara laki-laki lainnya. Bahkan sepupuku yang juga sama-sama perempuan dan suka baca buku, kini bekerja sama denganku dalam pengembangan bisnis kafe buku.

Di sudut ruangan kafe, ada satu titik di mana buku-buku anonim dengan nama pena misterius duduk cantik di rak-rak pilihan. Cetakan Aurora Midnight hanya salah satu di antaranya.


TAMAT.

Gorontalo, 26 September 2023

***


Terima kasih sudah membaca cerpen ini. Like dan share bila suka ya. Dukung terus blog Kak Bi.

Komentar

Populer

Review Squid Game All Season | Season Tiga Gagal Mengalahkan Season Pertama

Review Film #ALIVE: Bertahan Hidup dari Zombie di Korea