Cerpen Anak: Selamat Hari Raya Idul Adha, Gigiku
Cerpen Anak: Selamat Hari Raya Idul Adha, Gigiku
Hai, Pengembara. Selamat hari raya idul Adha 2025 ya *eh* 1446 Hijriah. Cerpen anak kali ini, terinspirasi dari kisahku sendiri karena gagal makan daging kurban entah berapa tahun yang lalu.
Eheheh, selamat membaca ya, Pengembara. Semoga suka.
***
[Cerpen Anak]—Sudah 3 hari Rafi sakit gigi. Anak lelaki berumur 12 tahun itu selalu merengek minta obat ke mama. Apalagi beberapa hari sudah lebaran idul adha.
Bagi Rafi, idul adha tidak selesai hanya dengan ucapan Selamat Hari Raya Idul Adha saja. Sejak kecil, Rafi punya prinsip hidup yang sangat dia pegang teguh yaitu, daging adalah kebahagiaan yang datang setahun sekali.
Untuk itulah, Rafi tida ingin kehilangan kesempatan itu tahun ini. Karena setiap Idul Adha, Rafi adalah orang pertama yang berdiri di lapangan dekat masjid yang jadi tempat penyembelihan hewan kurban.
Dia ikut menyaksikan prosesnya dengan khusyuk, sejak berusia 6 tahun. Bukan karena nilai religius semata, tapi karena... Rafi ingin memastikan daging yang disembelih tidak akan kabur ke rumah tetangga.
Nah, karena itulah. Mama akhirnya membawa Rafi ke dokter. Walau bukan dokter gigi, setidaknya Rafi sudaj diberi obat dan sakit giginya berkurang.
Tahun ini, Rafi pun yakin dia akan makan daging. Bahkan, Rafi ikut berpuasa sunah sehari sebelum Idul Adha. Bukan karena niat ibadah, tapi katanya, "biar perut lapar maksimal saat makan daging."
***
[Cerpen Anak]—Akhirnya hari yang dinanti pun tiba. Rafi yang sudah 3 hari ini tidak lagi sakit gigi, menyapa keluarga dengan bahagia.
"Selamat Hari Raya Idul Adha!” seru Rafi dengan semangat, memakai peci miring dan sarung motif kotak-kotak.
Hatinya bergelora. Gulai, sate, tongseng — semua menu sudah terbayang di pelupuk mata.
***
Namun, takdir berkata lain. Sepulang dari masjid, Rafi ikut pulang ke rumah dengan mama dulu karena merasa lapar. Dia ikut makan soto ayam dengan paman. Rafi makan dengan cepat karena mai menyusul papa ke tempat penyembelihan hewan qurban.
Saat Rafi sedang menggigit potongan ayam, terdengarlah bunyi aneh.
“KRAKK!”
Paman langsung menatap Rafi. Rafi langsung memegangi mulutnya, dan mengeluarkan sisa kunyahan soto dari mulut ke tangannya....
Bersamaan dengan darah yang menetes, rasa nyut-nyutan tak tertahan, tergeletak satu gigi geraham yang membuatnya langsung panik.
“Gigi aku copot!” jeritnya dramatis, seolah kehilangan sinyal WiFi di tengah permainan Mobile Legends.
Mamanya, langsung menenangkan. “Ya Allah, Rafi, udah besar kok drama banget sih. Makanya kan kemarin mama bilang kita ke dokter gigi saja, biar dicabut itu yang sakit."
“Mama, sakit gigi. Ini gigi buat ngunyah daging." Rafi merengek.
"Sana! Kumur-kumur dulu, biar pendarahan berhenti!" Mama menarik Rafi ke kamar mandi.
Paman yang melihat hanya tertawa sambil melanjutkan makanannya.
***
Baca juga: Tipe-tipe Penulis
Cerpen Anak: Si Biru dan Si Oranye
Sejak menit itu, Rafi merintih kesakitan. Karena di sebelah gigi copot itu ternyata ada juga gigi yang goyang, sepertinya gigi bayinya sudah mau habis.
Rafi di kamar, menahan rasa sakit saat daging dibagikan di lapangan masjid.
Papa pun pulang membawa daging. Tak lama kemudian, aroma daging panggang dan sate mulai menyebar di mana-mana. Para tetangga mulai berpesta sate dan olahan daging lainnya.
Rafi yang sakit gigi, hanya bisa duduk termenung menatap meja saat makanan olahan daging setahun sekali itu disajikan. Sesekali Rafi mencoba mengunyah pelan pakai sisi kanan, tapi malah lama-lama sakit juga.
Akhirnya, Rafi hanya makan kuah gulai pakai nasi dan kerupuk yang jadi lembut karena kuah gulai.
***
[Cerpen Anak]—Malam harinya, Rafi masuk ke kamar nenek dan bermanja-manja. Hari ini, dunia terasa tidak adil bagi Rafi.
“Ya Allah, kenapa pas Idul Adha, sakit giginya," gerutu Rafi.
"Sabar ya, cucu nenek paling ganteng. Nanti, kapan-kapan nenek belikan daging."
"Selamat hari raya idul Adha, gigiku," lirih Rafi membuat nenek jadi tertawa.
"Besok ke dokter saja, siapa tahu ada dokter gigi yang buka. Nanti kamu bisa makan daging kalai gusi sudah sembuh," ungkap nenek masih tersenyum.
"Tapi, ini momen setahun sekali nek." Rafi menyahut lemas.
“Memangnya, kamu kira berkurban itu cuma soal makan daging saja ya? Nabi Ibrahim saja rela mengorbankan anaknya, lho. Jadi, Idul Adha itu bukan cuma soal daging, sate, semur. Bukan! Tapi soal berbagi, sabar, ikhlas dan tawakal.” Nenek menjelaskan.
Rafi diam sejenak, mencoba menimbang. "Iya, Nek," jawabnya kemudian.
“Hidup itu bukan selalu soal yang kita mau. Kadang kita harus ikhlas. Mungkin Allah mau kamu belajar sesuatu hari ini.” Nenek menambahkan.
“Belajar apa? Nahan lapar?” cibir Rafi.
“Belajar sabar ... dan belajar ngunyah pakai sisi yang masih utuh itu” ujar nenek sambil nyengir. “Kamu harus bersyukur, gigi yang copot masih bisa tumbuh lagi.”
Rafi mulai tersenyum. “Iya, sih."
"Kayaknya mamamu simpan daging di kulkas buat kamu makan, kalau besok udah nggak sakit lagi." Nenek teringat sesuatu.
"Jadi ... masih ada harapan kan?” Rafi menatap nenek dengan serius.
“Selalu ada harapan, selama kulkas masih hidup. Lihat nenek, selamat hari raya idul adha ke gigi itu sudah 20 tahun lalu. Kamu enak, giginya masih bisa tumbuh lagi. Lah, nenek, makan daging ditumbuk,” ungkap nenek sambil memperlihatkan barisan pagar roboh pink di dalam mulutnya.
Rafi langsung terbahak-bahak, melihat gusi nenek. Sesaat, dia lupa sakit gigi masih membuat pipinya bengkak.
Tak apa-apa, besok saat gusi sudah sembuh, mungkin mama akan buatkan masakan enak dari daging sisa kurban. Begitu kira-kira batin Rafi, yah segera membenamkan wajahnya ke pelukan nenek.
TAMAT
Gorontalo, 6 Juni 2025
***
Terima kasih sudah berkunjung ya, jangan lupa like, komen dan share postingan ini. Minal Aidin wal Faidzin, mohon maaf lahir batin ya ~~
Komentar
Posting Komentar