Terbaru

Mengurai Benang Merah dalam Keajaiban Toko Kelontong Namiya | Review Buku

Mengurai Benang Merah dalam Keajaiban Toko Kelontong Namiya | Review Buku



Beberapa waktu lalu, aku akhirnya berhasil mendapatkan buku Keajaiban Toko Kelontong Namiya atau The Miracles of the Namiya General Store oleh Keigo Higashino di iPusnas.

Buku yang jadi wishlist ini sangat memuaskan dahagaku soal cerita dan eksekusi novel yang mengenyangkan imajinasi.

Langsung saja masuk ke pembahasannya, biar teman-teman Pengembara yang belum baca juga semakin menginginkan buku ini.


***


1. Identitas Buku

Judul: Keajaiban Toko Kelontong Namiya / The Miracles of the Namiya General Store

Pengarang: Keigo Higashino

Translator: Faira Ammadea

Genre: Slice of Life, Drama, Misteri, Fantasi Ringan

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama 

Tebal: 404 halaman (format digital)

Terbit: 2012 (versi Jepang), terjemahan bahasa Indonesia tersedia di Gramedia 

ISBN: 978-4-04-110136-0


***


2. Tentang Pengarang

Keigo Higashino (東野 圭吾) lahir pada 4 Februari 1958 di Ikuno-ku, Osaka, Jepang. Ia dikenal sebagai salah satu penulis novel misteri paling populer dan produktif di Jepang, bahkan dijuluki sebagai “James Patterson”-nya Jepang karena karya-karyanya yang terjual luas dan diadaptasi ke berbagai media.

Higashino menempuh pendidikan di Osaka Prefectural Hannan High School, lalu melanjutkan kuliah di Universitas Prefektur Osaka dengan jurusan teknik elektro. Setelah lulus, ia sempat bekerja sebagai insinyur di Nippon Denso Co. (kini DENSO). Namun, minatnya pada dunia tulis-menulis membawanya menekuni jalur baru. 

Pada tahun 1985, Higashino debut dengan novel Hōkago (After School), yang langsung memenangkan Penghargaan Edogawa Rampo, penghargaan bergengsi untuk karya misteri terbaik di Jepang.

Sejak saat itu, ia memutuskan berhenti dari pekerjaannya dan fokus menjadi penulis penuh. Hingga kini, Higashino telah menulis puluhan novel dengan genre fiksi misteri, fiksi kejahatan, dan thriller. 

Karya-karyanya seperti After School, Naoko, The Devotion of Suspect X, dan Keajaiban Toko Kelontong Namiya tidak hanya laris di Jepang, tetapi juga diterjemahkan ke berbagai bahasa dan populer di banyak negara, termasuk Indonesia, Tiongkok, Thailand, Rusia, dan Spanyol. Lebih dari 20 novelnya telah diadaptasi menjadi film maupun serial TV.


Baca juga: Ruang Puisi: Gugur di Hatimu dan Menghapus Gelisah

Review lainnya: Review Drama Park Bo Young | Daily Dose of Sunshine (2023)


3. Blurb

Ketika tiga pemuda berandal bersembunyi di toko kelontong tak berpenghuni setelah melakukan pencurian, sepucuk surat misterius mendadak diselipkan ke dalam toko melalui lubang surat.

Surat yang berisi permintaan saran. Sungguh aneh.

Namun, surat aneh itu ternyata membawa mereka dalam petualangan melintasi waktu, menggantikan peran kakek pemilik toko kelontong yang menghabiskan tahun-tahun terakhirnya memberikan nasihat tulus kepada orang-orang yang meminta bantuan.

Hanya untuk satu malam.

Dan saat fajar menjelang, hidup ketiga sahabat itu tidak akan pernah sama lagi....


***


4. Isi Resensi

Atsuya, Shota, dan Kohei baru saja melakukan pencurian, mereka melarikan diri dan bersembunyi di sebuah toko kelontong tua yang sudah lama ditinggalkan, Toko Namiya. Namun malam itu menjadi awal dari kejadian ajaib.

Dari sebuah kotak surat di toko tersebut, tiba-tiba masuk sepucuk surat yang ditujukan pada pemilik toko, meminta nasihat tentang masalah hidup. Dengan rasa heran dan setengah main-main, ketiga pemuda itu membalas surat tersebut. Anehnya, balasan mereka seolah benar-benar diterima.

Seiring berjalannya malam, surat demi surat berdatangan, mulai dari Kelinci Bulan, Musisi Toko Ikan, Bocah Nilai Seratus, Green River, Paul Lennon, hingga Anak Anjing yang Kebingungan. 

Setiap kisah tampak berdiri sendiri, namun perlahan benang halus menghubungkan semua pengirim surat. Hidup mereka ternyata saling terkait, membentuk jalinan kisah yang penuh kehangatan, penyesalan, dan harapan.

***

Membaca Keajaiban Toko Kelontong Namiya membuatku merasa bahwa setiap orang memiliki polemik hidupnya masing-masing. 

Dari sekian banyak kisah yang ditampilkan, yang paling membekas di ingatanku adalah cerita dan akhir nasib dari Musisi Toko Ikan. Dia adalah seorang pemuda yang bermimpi menjadi musisi, tetapi terikat oleh tanggung jawab keluarga untuk melanjutkan usaha toko ikan yang diwariskan turun-temurun. 

Bagian dari suratnya yang paling menyentuh hatiku adalah ketika dia menuliskan tentang melepaskan impian itu sama sulitnya dengan melupakan cinta. Kalimat itu terasa begitu jujur, menggambarkan dilema yang mungkin juga pernah dialami oleh banyak orang, antara tetap mengejar mimpi atau memilih kewajiban. 


Selain kisah itu, ada pula cerita tentang Anak Anjing yang Kebingungan. Gadis yang bersikeras membuka bisnis kelab malam ini membuat trio ini menjadi jengkel. 

Dari sudut pandang si gadis, Kakek Namiya dianggap tidak mengerti kondisi finansialnya. Namun, justru karena itulah ketiga pemuda itu ikut campur dan bahkan membocorkan situasi ekonomi di tahun 1985 sampai 1989 untuk mencegahnya terjun dalam dunia malam. 


Cerita ini membuatku berpikir bahwa terkadang kepedulian hadir dengan cara yang keras kepala, tetapi niat baik tetap bisa menyelamatkan seseorang kok.


Hal lain yang kusukai dari novel ini adalah keseimbangan peran setiap tokoh. Tidak ada satu pun yang terlalu mendominasi. Semuanya saling melengkapi, saling berpengaruh, dan sama-sama menggerakkan cerita ke arah yang mengejutkan. 

Tiga pemuda yatim piatu ini misalnya, mereka punya konflik tersendiri dalam menjawab surat. Mereka sering berbeda pendapat, tetapi pada akhirnya tetap berusaha memberi jawaban terbaik. Atsuya si sumbu pendek, Shota yang terkesan bijak dan Kohei yang manut-manut saja apa kata temannya.

Dari sisi lain, Yuji Namiya sendiri adalah sosok yang bijaksana. Kehilangan istri membuatnya semakin tekun mendengarkan orang lain, bahkan hingga akhir hidupnya. Keajaiban terasa ketika dia yakin surat-surat yang diterima itu datang dari masa depan, lalu meninggalkan wasiat agar sesi konsultasi dibuka kembali 30 tahun setelah kematiannya.

Tokoh-tokoh lain seperti Kelinci Bulan, Green River, hingga Paul Lennon, semuanya punya tempat yang pas. Tidak ada yang terasa sia-sia, karena masing-masing membawa konflik yang membangun benang merah cerita. 


Pada akhirnya, bukan hanya tiga pemuda itu yang merasa dipermainkan takdir, tetapi aku juga sebagai pembaca ikut terseret dalam kejutan demi kejutan. 

Semakin lama, semakin jelas bahwa semua tokoh dan karakter terhubung erat dengan dua tempat yaitu Toko Kelontong Namiya dan Rumah Perlindungan Anak Taman Marumitsu.

Yang paling aku rasakan setelah membaca adalah kesadaran, terkadang kita hanya butuh orang lain untuk mendengarkan. Sering kali kita sebenarnya sudah tahu jawabannya, hanya saja kita perlu sudut pandang berbeda untuk menguatkan langkah, semacam validasi atau mungkin instruksi. 

Bagiku, buku ini bukan hanya misteri dengan sentuhan fantasi, tapi juga refleksi kehidupan. Kisah tentang mimpi, persahabatan, keluarga, cinta, hingga keberanian dalam membuat pilihan, semuanya hadir dalam satu rangkaian yang hangat sekaligus ajaib, sama seperti judulnya.


Tidak berlebihan kalau aku bilang karya ini adalah bacaan yang sangat layak untuk dinikmati, bahkan wajib dibaca setidaknya sekali seumur hidup.


***


5. Catatan yang Berasal dari Pengamatanku

- Cerita yang mengalir dengan misteri dan kehangatan memadukan genre slice of life dengan sentuhan fantasi ringan. Pergantian waktu antara masa lalu, masa kini, dan masa depan dibuat cukup halus sehingga tidak terlalu membingungkan. Justru, tiap potongan cerita membuatku semakin penasaran bagaimana semuanya akan saling terhubung.


- Surat sebagai jembatan antar-generasi menjadi motif utama novel ini. Setiap pengirim sebenarnya sudah punya jawaban atas masalahnya, namun butuh keyakinan, dorongan, atau sekadar pengakuan. 


- Karakter yang realistis dan menyentuh, serta interkoneksi yang memuaskan. Ya, awalnya kisah tiap tokoh terlihat terpisah. Namun, perlahan satu per satu koneksinya terungkap. Seorang pengirim surat ternyata teman dari pengirim lain, atau kejadian masa lalu ternyata berpengaruh pada masa depan tokoh lain. Puzzle ini dirangkai dengan indah, menghasilkan kepuasan tersendiri saat akhirnya semua terhubung.


- Gaya bahasa yang sederhana tapi mendalam. Higashino tidak memakai gaya bahasa berlebihan, penerjemahnya pun pintar banget memilih kosa kata untuk pembaca Indonesia biar lebih masuk ke cerita. Narasinya sederhana, mudah dipahami, namun sarat makna dan kesederhanaan inilah yang bikin cerita terasa lebih dekat dan emosional.


***


6. Kelebihan dan Kekurangan 


Aku rangkumkan kelebihan dan kekurangan novel ini ya:


Kelebihan

1. Cerita unik, heartwarming dan karakter hidup dengan latar belakang mendalam.

2. Alur waktu maju-mundur yang rapi dan tidak membingungkan.

3. Pesan moral kuat dan ending yang memuaskan.  


Kekurangan

1. Bagi pembaca pemula, alur maju-mundur bisa terasa membingungkan.

2. Beberapa subplot masih terasa lambat bagiku, tapi tak apa-apa.


Mungkin Anda sukai: Cerpen Gratis: Kemungkinan yang Tak Terlihat

Artikel lainnya: Tips Menulis: Mengenal Berbagai Istilah dalam Kepenulisan


7. Kesimpulan

Keajaiban Toko Kelontong Namiya adalah novel yang hangat, menyentuh, dan penuh makna. Bukan sekadar kisah fantasi tentang surat yang menembus waktu, tetapi refleksi tentang hidup, pilihan, penyesalan, dan harapan. 

Novel ini membuktikan kalau keajaiban tidak selalu berupa hal besar, kadang cukup berupa keberanian untuk mengambil keputusan kecil.


Rating: 5 dari 5 bintang | sangat direkomendasikan bagi pencinta cerita yang hangat dan menyentuh, misteri kehidupan, dan literatur Jepang yang sarat filosofi.


Akhir kata, Keajaiban Toko Kelontong Namiya wajib masuk daftar bacamu. Keigo Higashino berhasil menghadirkan kisah sederhana yang justru meninggalkan kesan mendalam. Sebuah keajaiban kecil dalam bentuk buku. Buat yang mau baca bukunya bisa banget langsung official Gramedia di sini: Gramedia Official Shop

Terima kasih sudah membaca ulasan buku ini, like, komen dan share bila kamu suka. 

Komentar

Populer

Mengenal Suku dan Masyarakat Adat Gorontalo Lebih Dekat

Cerpen Horor Spesial Nadia Omara: Diamond Play Button

Review Drama Korea The Trauma Code: Heroes on Call (2025)

Review Drama Korea: Chicago Typewriter