Review Drakor tentang Game: My Dearest Nemesis (2025)

Review Drakor tentang Game: My Dearest Nemesis (2025)


My Dearest Nemesis datang dengan premis manis yang menjanjikan lewat pertemuan game online di masa remaja yang berujung reuni di dunia nyata, konsep yang seharusnya pas untuk rom-com modern yang punya sentuhan “gamer”. 

Moon Ga Young tampil cantik dengan gaya wanita pekerja, ya ya Mbak Bulan selalu cantik. Mari kita bahas drakor tentang game ini bersama-sama ya, Pengembara ~~

Let's go!!!


***


Sinopsis Drama Korea My Dearest Nemesis:

Dua remaja pernah terhubung satu sama lain dalam game online, satu memakai nickname “Black Dragon”, satunya lagi “Strawberry”.

Di masa SMA, Baek Su Jeong (Moon Ga Young) jatuh hati pada seorang pemain game online bernama “Black Dragon.” Sosok yang selalu kelihatan dewasa dalam obrolan dunia virtualnya. 

Namun, rasa kagumnya hancur ketika dia tahu bahwa sosok misterius itu ternyata hanyalah anak SMP yang beberapa tahun lebih muda darinya. 

Sepuluh tahun kemudian, Su Jeong kini bekerja di Yongseong Department Store. Hidupnya berubah saat kepala divisi perencanaan strategis yang baru, Ban Ju Yeon (Choi Hyun Wook), ternyata adalah “Black Dragon” dari masa lalu. 

Masih menyimpan rasa kesal, Su Jeong harus menghadapi kenangan lama dan kemungkinan hadirnya kisah cinta baru.

Drama ini berdurasi 12 episode dan mencoba menggabungkan elemen game, healing, dan konflik kantor. Diadaptasi dari webtoon "He’s a Black Dragon" (그놈은 흑염룡) karya Hye Jin Yang (혜진양).


***


Info Drama

Judul: My Dearest Nemesis

Genre: Comedy, Romance

Jumlah Episode: 12 

Sutradara: Lee Soo Hyun

Penulis: Hyejinyang (webcomic), Kim Soo Yeon

Pemain: Moon Ga Young, Choi Hyun Wook, Lim Se Mi, Kwak Shi Yang

Tayang: 17 Februari 2025 - 24 Maret 2025, tvN

Durasi: 60 menit 

Rating Usia: 15+


***


Review Drama Korea My Dearest Nemesis:


1. Premis & Tema

Premisnya cukup kuat; hubungan yang berakar dari dunia game sebenarnya punya potensi untuk mengeksplorasi identitas karakter, keberanian jadi diri sendiri, dan kisah modern yang berkembang lewat media digital. 

Aku sendiri kurang cocok dengan tema seperti ini, aku sadar saat menonton drama China Love 020, di mana ternyata tema game agak kurang menarik di aku. Bukannya tidak suka ya, cuma belum ketemu aja tontonan yang berhubungan dengan game dan bikin betah banget saat nonton.

Tema-tema lain seperti rasa malu terhadap hobi, kebutuhan pengakuan, dan bagaimana duka tak terselesaikan membentuk latar yang ideal untuk sebuah rom-com. Di aku, ini masalah cocok-cocokan saja dengan eksekusi ceritanya.

Sayangnya, drama ini mencoba memasukkan terlalu banyak tema sekaligus. Mulai dari trauma keluarga, ketimpangan sosial, konflik pekerjaan, game, sampai trauma masa kecil, tanpa kasih salah satu ruang cukup untuk semuanya bisa berkembang. 

Akibatnya; isu yang sebenarnya punya bobot, terasa tidak lagi kuat. Walaupun pada akhirnya aku lebih menikmati drama ini karena arusnya saja sih.


2. Karakter & Akting

Choi Hyun Wook sebagai Ban Ju Yeon punya potensi besar tapi malah jadi mainstream banget. Aku akui, dedek Choi Hyun Wook ganteng dan menunjukkan pesona CEO muda, namun penulisan karakternya kebanyakan tampak kekanak-kanakan; bukan “dewasa dengan hobi childish” ya, tapi beneran bocah banget, padahal kan udah dewasa tuh ceritanya. Ini jadi terasa menganggu dan kontras dengan Su Jeong yang lebih matang secara usia dan pemikiran.

Moon Ga Young sebagai Su Jeong adalah sosok yang mandiri dan matang. Di satu sisi ini bagus sebagai representasi wanita modern, tapi kecocokan karakternya sebagai pasangan Ban Ju Yeon agak timpang dan jadi problematik karena ada terkesan “babysitter” bukan “romance partner.”

Karakter neneknya Ban Ju Yeon juga penggambarannya agak ekstrem ya.... Terlalu K-drama era 2010 ke atas vibes-nya eheheh. Ada kebencian tidak masuk akal lalu berakhir penyesalan mendadak, jadinya terasa tidak logis dan terlalu ringkas. Soalnya ini ada komedinya juga kan, meskipun ada sedikit sentuhan 'lucu', dia terlalu tokoh nenek-nenek nyebelin ala drama Makjang. Padahal bisa dibikin agak komikal gitu karakternya. Kayak kakeknya Kang Tae Mu di Business Proposal.

Nah, yang menarik justru second couple-nya; Ha Jin & Sin Won. Justru karakter mereka berdua yang sat-set, asik banget dan bersinar. Aku nggak bilang main couple kita jelek ya, mereka bagus kok. Chemistry ada, romance masuk dikit, tapi lebih cocok 'kakak adekan' aja.

Beda dengan second couple-nya, dinamika mereka berdua terasa segar, nggak klise, dan punya perkembangan yang lebih konsisten. Itulah alasan aku merasa subplot mereka jauh lebih menarik daripada cerita utama.


3. Chemistry & Romansa

Ini sudah kubahas tipis-tipis di atas, barangkali pengembara belum 'ngeh'. Aku perjelas lagi ya...

So, ini inti masalahnya, rom-com tanpa chemistry itu aneh. Interaksi utama antara Su Jeong dan Ju Yeon itu sering terasa formal dan kakak-adek, bukan sensual atau menggoda atau dewasa kayak couple Love Scout

Banyak adegan yang tampak seperti dua orang cuma berbagi ruang kerja, bukan dua orang yang sedang jatuh cinta. Padahal romansa yang autentik itu butuh waktu, momen kecil, dan build-up. Ada usahalah, tapi naskahnya sering mengganti momen-momen itu dengan hal lain. 

Contoh: momen yang bisa dipakai build chemistry romantisme malah tiba-tiba digagalkan dengan fakta tertentu atau kemunculan 'pemeran' lain.

Chemistry ada kok, tapi sebagai kakak adik. 


Baca juga: Review Film China Sehun EXO | Catman

Review drama lainnya: Review Drama Korea Chicago Typewriter


4. Elemen Game

Elemen gaming adalah selling point awal dari drama ini. Bahkan mungkin bisa saja memikat penonton gamer, karena ada potensi emotional bonding lewat permainan digital yang kita tahulah ya zaman sekarang sangat besar. 

Namun setelah beberapa episode pembuka, elemen ini jarang muncul gaess. Padahal via game mungkin bisa jadi kesempatan untuk menunjukkan chemistry dari dunia virtual, chemistry yang di dunia nyatanya terkesan kakak adik itu bisa saja berubah poinnya kalau ada build up lebih dari sisi game.

Ini juga jadi alasan, mengapa aku bilang kurang cocok dan seolah belum menemukan drama atau tontonan bertema game atau tentang game yang pas di aku.


5. Pacing & Akhir

Pacing drama ini tuh naik-turun ya... babak awal relatif menghibur. Di pertengahan campur aduk, kadang satu episode bisa 70% membosankan eh kadang bisa 100% menyenangkan. Dan di akhir, ketika mendekati ending drama, penutupannya cepat-cepat, terkesan berusaha menyelesaikan banyak subplot sekaligus. Terkesan kebelet romansa di beberapa episode akhirnya wkwkwk....


6. Produksi, OST & Visual, Humor yang Bagus

Dari sisi produksi, visualnya rapi, tone estetiknya juga menyenangkan, dan OST yang upbeat mendukung mood rom-com. Aku suka-suka aja kok. 

Kostum cewek-cewek di sini, modis, stylish, perkotaan dan santai banget. Bisa buat rekomendasi OOTD gitu.

Secara komedi, drama ini sangat menghibur dan bikin aku betah nonton. Adegan komikalnya lucu-lucu banget.


***


Kesimpulan Review Drama My Dearest Nemesis:

My Dearest Nemesis adalah contoh drama yang memiliki semua bahan baku, tetapi gagal meramu semuanya jadi rasa yang memuaskan. Alias, gagal dieksekusi dengan baik, tapi bukan drama yang jelek sih.

Karena humor, lroduksi rapi dan second couple yang kuat menjadi alasan kamu wajib menontonnya; meskipun chemistry pemeran utama dan kualitas penulisan menjadi alasan untuk kecewa. Tapi, karakter Su Jeong menyenangkan banget kok. Belajar dewasa dari keadaan itu ternyata tidak semenakutkan yang dibayangkan.

Drama ini cocok sebagai drama santai sebelum nonton drama yang lebih serius. Bukan referensi rom-com yang mendalam banget, setipelah sama Business Proposal, cuma nggak se-ikonik dramanya Ahn Hyo Seop dan Kim Se Jeong tersebut.

Rating akhir: 7.8/10 — Rekomendasi tontonan kalau mau santai dan suka hiburan lewat komedi, serta second couple kuat; skip jika kamu butuh romansa yang membuat hati meleleh dan penuh ke-uwu-an. Eh, sebenarnya ada kok ke-uwu-an itu, tapi kurang banyak aja ehehehe....


***


Sekian review drama boss-secretary romcom ala-ala ini. Review My Dearest Nemesis yang aku tonton saat on going dan momen on going-nya jadi penolong drama ini.

Why?

Kalau aku nonton maraton, pasti banyak yang bakal aku skip sih. Tapi, karena nontonnya dicicil ya, aku nggak bisa skip karena nggak mau kehilangan momentum. Kalau nonton maraton, momentumnya udah ilang, greget langsung penasaran sama ending dramanya ehehehe....

Waduh, malah curhat. Terima kasih sudah baca ulasan drama My Dearest Nemesis ini ya. Ayo, ubek-ubek blog ini dan cari rekomendasi tontonan yang bisa menghiburmu.


[Sebelumnya di blog Kak Bi: Tips Menulis: Mengenal Berbagai Istilah dalam Kepenulisan]


Komentar

Popular