Terbaru
Cerpen Drama: Kuda Kakek dan Kenangan
Cerpen Drama: Kuda Kakek dan Kenangan
Oleh: Nurwahidah Bi
Cerpen drama ini terinspirasi dari kisah nyata, di mana almarhum kakek Kak Bi menjadi inspirasi dari cerpen drama berjudul Kuda Kakek dan Kenangan.
Tulisan ini hanya sebuah kenangan, bercampur fiksi dan rindu, yang kupersembahkan kepada orang terkasih, walau hanya berbentuk sebuah cerpen drama.
Selamat membaca, ini dia Kuda Kakek dan Kenangan.
***
Gorontalo, 2010.
Linda dan Adit duduk di depan kandang sambil menatap kakek yang kelihatan sendu ketika sedang sibuk memberi makan kuda terakhir di kandang.
Kakak beradik itu tahu betul bagaimana perasaan kakek saat ini. Sebab sejak semalam, obrolan tentang menjual kuda terakhir menjadi obrolan pelik untuk bisa melanjutkan sekolah Adit ke SMP favorit dan pengobatan Linda.
Keputusan telah dibuat, hari ini pembeli akan datang. Kuda terakhir di kandang kakek akan segera berpindah tangan. Kuda berwarna putih kotor dengan surai dan ekor berwarna kemerahan, bulu matanya lentik dengan mata yang dikelilingi warna kehitaman. Gigi putihnya berjejer rapi, suaranya lembut walau meringkik pedih.
Beberapa bulan sebelumnya, dua anak kuda telah laku terjual. Lagi-lagi untuk memenuhi kebutuhan hidup. Tapi kali ini, kuda kesayangan kakek yang akan laku terjual.
Linda dan Adit menemani kakek di kandang ikut memandikan si kuda cantik. Dibersihkan oleh kakek sepatu kuda, disisirnya setiap helai surai, si kuda pun menurut tak memberontak. Seolah-olah paham, bahwa ini terakhir kalinya dia berada di kandang yang sudah ditinggali sejak lahir.
Tidak lama mereka mempersiapkan si kuda, sang pemilik baru pun datang. Kuda akhirnya pergi. Linda dan Adit bisa melihat tatapan kakek yang berat, tapi bibirnya tersungging, merekah dalam pedih saat segepok uang bersalaman dengan tangan.
Transaksi penuh haru, penuh makna menjadi hari yang berat bagi kakek.
Baca juga: Review 100 Days My Prince
Cerpen drama lainnya: Kemungkinan yang Tak Terlihat
Masa kini, 2015
Setahun setelah kakek meninggal, nenek tiba-tiba menceritakan kisah tentang kuda. Mendadak saja obrolan soal kuda itu mengalir usai nenek melihat iklan di tv yang menjadikan kuda sebagai perbandingan sebuah mobil.
"Kuda-kuda kakek kalian dulu sangat banyak, ada yang dipakai untuk mendorong gerobak, ada juga yang dipakai untuk bekerja di bendi."
"Jadi kangen kuda-kuda kakek ya, Nek," ucap Linda teringat kuda-kuda yang dijual sang kakek beberapa tahun sebelum kakek sakit.
"Iya ...." Nenek tersenyum. "Kalian mau dengar cerita soal tiga kuda kakek?" sambung Nenek terlihat berbinar.
"Cerita apa itu?" Linda menatap sang nenek.
"Iya, kok Adit dan kak Linda baru dengar ya ini? Tiga kuda kakek?" Adit menyilangkan tangan sambil duduk di lengan sofa.
"Wah, tiga kuda yang kami urus sewaktu kecil itu ya, Bu?" Tante Siti, anak kedua nenek dan kakek datang menimpali.
Nenek tersenyum, bersama Tante Siti perlahan mulai mengisahkan bagaimana perjalanan kuda-kuda keluarga mereka dulu.
***
Gorontalo, 1970-an
Keluarga Abdullah baru saja pindah ke sebuah desa, bersama 5 anaknya. Keluarga besar ini awalnya hidup dengan berdagang di pasar. Tapi, lama kelamaan Abdullah sebagai kepala keluarga punya simpanan lebih untuk bisa membeli hewan ternak.
Pilihan hewan yang dibeli bukan sapi atau kambing, melainkan dua ekor kuda. Sebelumnya, Abdullah pernah membeli sapi tapi sapi itu mati dan kata tetua Abdullah tidak cocok memelihara sapi.
Saat memelihara kuda, para kuda justru berkembang biak dan ini membantu keuangan keluarga Abdullah.
Dua kuda dipakai untuk membawa dua bendi, Abdullah dan anak lelaki pertamanya yang menjadi kusir bendi. Tiga kuda lainnya dirawat dan diasuh oleh ketiga anak lainnya, sementara anak perempuan yang merupakan anak kedua lebih sering membantu ibunya di rumah.
Ketiga anak yang masih sekolah ini sangat rajin merawat kuda-kuda pemberian ayah mereka dengan sangat baik. Anak ketiga dan keempat yang merupakan perempuan, beserta si bungsu anak laki-laki semuanya punya rasa tanggung jawab yang tinggi pada kuda-kuda peliharaan mereka.
Setiap pagi, sebelum Siti, Sita dan Santo berangkat ke sekolah, mereka akan gantian menimba air di sumur untuk mengisi bak kamar mandi dan mengisi ember besar di dapur untuk bahan masakan.
Saat sibuk itulah, Abdullah sang ayah akan memandikan kuda-kuda dan membawanya merumput di tempat-tempat berbeda.
Dengan sigap, tepat sebelum ketiga anaknya berangkat ke sekolah, Pak Abdullah akan memberitahukan kepada tiga anaknya untuk mencari kuda mereka di tempat merumput saat pulang sekolah nanti.
Penuh dengan rasa tanggung jawab, bahagia dan kepolosan anak-anak, ketiga anak akan pulang ke rumah dengan bersemangat. Tidak sabar untuk menemui kuda-kuda mereka.
Begitu sampai di rumah, makan siang saja belum, ketiganya akan berlari menuju tempat yang sudah diberitahukan oleh Abdullah. Mereka akan menjemput kuda, memberi minum dan memberi makan kuda dengan daun-daun jagung yang dipanen sendiri dari kebun.
Tak apa-apa badan baret-baret kena duri halus daun jagung, tak apa-apa aroma matahari dan besi melengket di badan. Tak apa-apa pula perut masih kosong, asalkan ketiga kuda ayah mereka kenyang dan ketiga anak bisa segera bertemu dengan kudanya masing-masing.
Saking dekat dengan para kuda, masing-masing anak sudah tahu sifat dan kebiasaan kuda-kuda yang mereka asuh.
Sebut saja, Hulawa. Kuda milik Siti adalah kuda terbaik. Hulawa memiliki bulu berwarna cokelat gelap dengan bintik-bintik putih di sekitar leher dan punggungnya. Surainya panjang dan tebal, serta punya mata besar dan cerah.
Hulawa adalah kuda betina tercepat di antara ketiga kuda lainnya. Setiap kali Siti memberi makan Hulawa dan mengajaknya ke kandang, dia selalu mengelus dengan lembut surainya sambil berbicara pelan, seolah-olah sedang bercerita kepada teman baiknya.
Hulawa sangat kuat dan tahan banting. Siti sering membawanya berlari di sepanjang sawah kering, membiarkannya berlari sepuasnya. Mereka berdua selalu pulang dengan senyum di wajah, meskipun badan akan dipenuhi dengan debu dan keringat.
Pernah suatu ketika, Siti yang merasa sudah akrab dengan kudanya itu berhasil menunggangi Hulawa. Walaupun pernah ada insiden kecil saat tali di leher Hulawa tersangkut di kaki Siti yang saat itu sudah kelas 2 SMP dan membuat Siti terseret ke sana kemari. Tapi, jiwa kanak-kanaknya justru menikmati semua itu dan membuatnya semakin akrab dengan Hulawa.
Lalu ada Yitomo, kuda kecil berwarna hitam milik Sita. Yitomo memiliki bulu hitam legam yang mengkilap sama seperti namanya yang berarti hitam, dengan mata tajam tapi pemalas. Sita suka kesal saat menjaga Yitomo, kuda betina miliknya adalah yang paling malas bergerak. Maunya hanya diseret saja. Padahal, Sita ingin juga bermain dan berlarian bersama Yitomo. Hanya saja kudanya memang lebih pemalas dibandingkan kuda kedua saudaranya.
Nunu adalah kuda milik si bungsu; Santo. Nunu adalah kuda berwarna putih bersih dengan surai keemasan yang indah. Nunu adalah kuda jantan yang paling lembut dan penuh kasih sayang. Santo sering menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk merawat Nunu, menyisir surainya, dan memastikan bahwa kudanya selalu bersih dan sehat.
Sebagai kuda yang tampan dan tangguh, Santo selalu punya keinginan untuk bisa menunggangi Nunu. Apalagi saat mendengar Siti sang kakak berhasil menunggangi Hulawa, wah rasanya Santo sangat iri. Dia selalu merayu dan membujuk Nunu untuk mau ditunggangi. Tapi, Nunu si kuda putih punya rasa gengsi yang tinggi, sebab yang bisa menungganginya hanya Abdullah sang ayah.
Meskipun begitu, Nunu selalu menyambut Santo dengan lembut setiap kali bocah kelas 4 SD itu datang, seolah-olah menyadari bahwa Santo adalah yang termuda dan paling membutuhkan teman.
Tapi, jangan harap untuk menunggangiku. Mungkin begitu batin Nunu.
***
Suatu hari, keadaan ekonomi keluarga Abdullah mulai berantakan. Usai terkena bencana alam di mana rumah mereka terbang dibawa puting beliung. Yitomo, kuda kecil yang pemalas ditemukan mati di kandang. Kabarnya terkena wabah yang hanya menyerang kuda. Abdullah akhirnya memutuskan menjual dua kuda lainnya yang sudah sangat akrab dengan anak-anaknya itu sebelum para kuda sakit.
Penolakan tentu saja terjadi, tapi sebagai ayah yang tegas. Anak-anak tidak bisa berbuat apa-apa. Siti, Sita dan Santo harus melepaskan Hulawa dan Nunu. Ketiganya seolah kehilangan semangat hidup.
***
Beberapa tahun berlalu, dua kuda betina yang tersisa melahirkan masing-masing satu anak kuda. Senyuman mereka kembali merekah, harapan bertemu dengan para kuda generasi baru semakin meningkat.
Sayangnya, kuda-kuda yang lahir terus dijual oleh Abdullah di usia belia. Bendi mereka juga hanya tersisa satu, si kuda tertua juga sudah mulai lelah membawa bendi. Alhasil, setelah kedua anak tertuanya menikah, Abdullah sempat kehilangan semua kudanya.
***
Gorontalo, 1995.
Sita melahirkan bayi perempuan cantik dan diberi nama Linda. Bersamaan dengan itu, Abdullah menjadi kakek dan memutuskan membeli kuda juga saat seharusnya hanya membeli kambing untuk acara akikahan sang cucu.
Kuda cantik berwarna putih kotor yang langsung meringkik jinak saat disentuh itu, seolah tahu bahwa Abdullah dan keluarga adalah pencinta kuda.
Usut punya usut, kuda itu masih menjadi keturunan kuda yang pernah dijual Abdullah. Seolah-olah dia memang ditakdirkan untuk kembali ke dalam keluarga yang pernah membesarkan nenek moyang sang kuda dengan penuh cinta.
Sejak hari itu, kuda-kuda kembali ramai mengisi kandang. Setiap tahun, kelahiran kuda menambah kebahagiaan keluarga Abdullah. Linda kecil juga ikut diajarkan untuk mengenal kuda.
Artikel lainnya: Review Produk: Hanasui Vitamin C + Collagen Serum
Cerpen drama lainnya: Semoga Ibu Kuat
Masa kini, 2015
"Kamu ingat kuda putih kotor yang melahirkan kuda cokelat kemerahan waktu kamu masih kelas 1 SD?"
"Ingat sekali, Nek. Anaknya itu punya kaki kecil yang ringkih dengan semacam selaput di badannya." Linda mengingat sembari merasa risih dengan keadaan kelahiran anak kuda pertamanya.
"Indukan bayi kuda itu kemudian menjadi kuda kesayangan kakekmu. Setelah bertahun-tahun lamanya dia tidak punya kuda kesayangan."
"Apa itu kuda terakhir yang dijual kakek lima tahun lalu?" tanya Linda teringat sang kakek.
"Ya, hanya dengan kuda. Nenek bisa tahu seberapa setia kakekmu," ucap nenek tersenyum. Seolah sangat bangga dengan sosok kakek Abdullah.
"Aku beneran baru tahu cerita ini loh," sela Adit tertawa kecil.
"Ya, kamu kan nggak pernah tertarik sama kuda. Kamu lebih tertarik main PS," celetuk Tante Siti yang membuat seluruh anggota keluarga tertawa.
TAMAT
Gorontalo, 20 Juli 2024
***
Sekian cerpen drama: Kuda Kakek dan Kenangan, terima kasih banyak sudah menyempatkan waktu untuk membaca cerpen drama kali ini ya....
Jangan lupa tinggalkan komentar dan klik nyalakan lampu untuk mendukung Kak Bi. Follow blog Kak Bi untuk baca cerpen drama lainnya.
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar