[Cermin Humor]—Siang hari ini, aku duduk dengan serius di depan laptop. Aku sedang menyelesaikan naskah cerpen untuk lomba cerpen ramadhan di sosmed. Deadline nanti malam, sehingga mata ini fokus ke layar, jari-jari pun mengetik dengan lincah.
Sampai, tiba-tiba…
“MIAWW!!”
Kucing putih dengan ekor belang-belang ini mendadak melompat ke meja. Ini adalah Ciko, kucing kesayanganku yang paling rakus dan sedikit kurang ajar.
“Ciko, nanti dulu. Aku lagi sibuk, nih.” Aku mencoba mengabaikan tatapan Ciko, pasti matanya bulat penuh harap. Oh, tidak bisa. Aku sibuk.
Tapi, si Ciko bukan kucing sembarangan. Dia tahu persis cara mendapatkan perhatianku. Tiba-tiba saja, dia naik ke atas keyboard laptop dan…
“MNXSJDJWJQOPEKAN!”
“Ciko! Astaghfirullah! Ini bukan resep ikan bakar!” seruku panik saat melihat layar laptop kini berisi huruf-huruf aneh.
Eh, si Ciko malah duduk tenang di atas keyboard, menatapku dengan mata berbinar seakan berkata, “Kasih makan dulu atau laptop ini kusita.”
"Kamu mau apa? Ini bulan puasa, Ciko. Itu yang lainnya pada tidur, kok kamu minta makan melulu?" ujarku mengangkat tubuh Ciko.
Eh, dia malah tidak mau. Dia mencakarku dan mulai mencakar keyboard. Dengan pasrah, aku segera pergi ke dapur dan mengambil sepotong ikan goreng yang tadi sengaja disisihkan saat sahur.
"Mau apa, Sheila?" tanya ibu panik melihatku bawa ikan ke kamar.
"Ambil ini buat Ciko, dia lapar!" jawabku bergegas meninggalkan ibu.
Ya, begitu melihat makanannya datang, Ciko langsung meloncat turun, menggosok-gosokkan badannya ke kakiku sebelum melahap ikan dengan lahap yang kuletakkan di lantai.
Aku hanya bisa menghela napas. “Dasar Ciko… si kucing lapar! Kok kamu lapar terus sih? Cacingan ya? Bulan puasa gini, harusnya puasa juga, kayak kucing yang lain."
Aku mengalihkan mata ke laptop dan mendapati layar laptop dipenuhi hasil ketikan ajaib dari Ciko.
"Hah! Ngedit lagi deh. Dasar kucing laknat! Untung aja gemesin," ucapku menyentuh Ciko yang masih asik mengunyah.
TAMAT
Gorontalo, 7 Maret 2025
***
***
2. Cermin Humor: Main Kelereng
[Cermin Humor]—Sore itu, langit mulai jingga saat Rafi berlari kecil menuju rumahnya. Napasnya sedikit tersengal, tapi bukan karena capek, melainkan karena kesal.
Begitu masuk rumah, Rafi langsung berseru, “Mah! Aku kalah banyak!”
Ibunya yang sedang menyiapkan makanan untuk berbuka puasa menoleh dengan dahi berkerut. “Hah? Kalah apa?”
"Kalah main kelereng!"
"Main sama siapa?"
“Sama Jaka, Mah. Padahal aku udah bawa sepuluh biji tadi, sekarang sisa satu doang! Jaka itu jago banget main kelerengnya.” Rafi mendekati ibunya sambil menunjukkan satu kelereng yang tersisa di tangannya. “Besok pokoknya aku harus menang!”
Alih-alih merasa iba, ibunya malah menepuk dahinya sendiri. “Ya Allah, Rafi! Main kelereng model begitu sama aja kayak judi! Kamu kan lagi puasa!"
"Judi?" Anak kelas 3 SD itu menatap ibunya bingung.
"Iya, itu sama aja belajar judi, bukan pakai uang, tapi kelereng.”
Rafi melongo. “Hah? Judi? Tapi kan ini cuma mainan....”
Ibunya mendekat dan menunjuk-nunjuk kelereng di tangannya. “Dengar, ya. Kalau kamu main, terus kalau menang dapat banyak, kalau kalah hilang semua. Ya, itu sama saja dengan berjudi! Walaupun bukan uang, tapi konsepnya sama.”
“Tapi, Mah—”
“Pokoknya, mulai besok nggak boleh main adu kelereng lagi!” kata ibunya tegas.
Rafi cemberut. “Jadi besok main apa dong buat ngabuburit?”
Ibunya menarik napas, lalu menghela pelan. “Nggak apa-apa kok main kelereng, tapi jangan begitu caranya, jangan bilang yang kalah dapat kelereng. Main biasa aja."
"Contohnya?"
"Dulu waktu ibu kecil, main kelerengnya ...." Ibu mulai bingung sendiri, seingatnya juga dulu bermain kelereng seperti itu. "Nggak usah main kelereng deh! Mendingan kamu ke masjid, buka bersama di masjid."
"Di masjid main apa?"
"Iih, di masjid kan buat ibadah, bukan buat main. Lagian kelereng kamu sisa satu gitu."
"Kalau main besok, aku menang, kelereng Jaka sama Iman aku yang dapat, Mah," ucapnya tersenyum sembari menarik kursi dan duduk depan meja makan karena adzan Maghrib sudah berkumandang.
"Astaghfirullah." Ibunya hanya menggeleng sambil menahan kesal.
Tamat
Gorontalo, 11 Maret 2025
Komentar
Posting Komentar