Reunian | Cerpen Persahabatan

Reunian | Cerpen Persahabatan




[Cerpen Persahabatan] Sarah, Dina dan Siska tertawa pelan di belakang sekolah. Ketiga anak SMP itu memegang botol plastik dan beberapa benda lainnya. Tadi pengumuman kelulusan kelas tiga SMP baru saja diumumkan, ketiganya memiliki mimpi untuk pergi ke sekolah SMA yang berbeda. 

Sarah memilih akan kembali ke kota di mana ibunya tinggal, setelah tinggal dengan ayah dan ibu tirinya selama 4 tahun. Dina pergi ke sekolah favoritnya, sementara Siska dipaksa pergi ke sekolah khusus perempuan oleh orang tuanya. Mereka bertiga sudah berteman dari kelas 6 SD, sebab Siska dan Dina adalah anak pindahan ketika mereka SD. Lalu, semenjak itu ketiganya menjadi dekat dan bersahabat sampai SMP.

Mereka selalu bersama, baik di dalam maupun di luar kelas, bahkan saling mendukung satu sama lain dan berbagi cerita tentang impian-impian mereka di masa depan.


Hari itu di belakang sekolah, usai pengumuman kelulusan, mereka sengaja tidak langsung pulang dan membuat sebuah janji untuk bertemu kembali di usia 30 tahun. Andai kata mereka akan terlalu sibuk dan susah bertemu, mereka punya tenggat waktu kapan harus benar-benar bertegur sapa lagi.

Janji itu diikrarkan di bukit belakang sekolah. Mereka pun sepakat untuk membuat time capsule dari botol plastik besar yang berisi barang-barang pribadi dan surat yang berisi harapan-harapan mereka untuk satu sama lain di masa depan.


Baca juga:

Cerpen persahabatan:


[Cerpen Persahabatan] Tahun-tahun berlalu, tak terasa kedewasaan menyapa mereka dalam sekejap. Hari itu pun tiba. Setelah 15 tahun terpisah dan memang sulit bertemu karena kesibukan masing-masing. Ketiga sahabat ini akhirnya bertemu kembali di bukit belakang sekolah mereka, tepat usai reunian akbar SMP.

Mereka tersenyum bahagia saat melihat matahari tenggelam yang indah di ufuk barat. Ketiga wanita itu duduk menikmati sore yang hangat, angin hanya berembus lembut, terasa sejuk.

Sarah tadi meminjam sekop di rumah sebelah bukit. Karena 15 tahun telah berlalu, suasana sekolah dan bukit belakang sekolah sudah sangat berubah. Mereka hanya berharap masih bisa menemukan tiga botol plastik yang dibungkus plastik tebal dan ditanam bertahun-tahun lalu.

Setelah bergantian menggali di beberapa titik, karena sudah lupa letak di mana mereka menanamkan time capsule. Akhirnya, mereka berhasil menemukannya juga.

Ketiganya membuka time capsule dengan penuh rasa aneh, sekaligus kagum dan miris yang terasa menyerang. Plastik yang dipakai untuk membungkus botol masih ada, walau agak sobek kecil-kecil dan terlihat tua, agak lembab di makan zaman. Tapi, botol-botol itu tetap baik-baik saja.

Mereka tertawa, juga terharu melihat barang-barang pribadi yang mereka simpan di dalamnya masih utuh walau telah menua. Ada kertas buku catatan kecil berisi tanda tangan mereka bertiga, catatan, foto-foto polaroid, gulungan surat-surat, dan gantungan kunci.

Sarah, mengeluarkan sebuah gulungan surat dari dalam botol. Di dalamnya dia menulis tentang impian-impian masa kecil, yang sebagian besar sudah tercapai. Sarah menulis tentang dirinya yang ingin menjadi PNS dan bisa membahagiakan orang tua yang telah berpisah, cita-citanya menjadi ibu muda juga terwujud. Sarah telah menikah dan memiliki dua anak yang cantik, meskipun cita-citanya untuk membuat kesebelasan anak laki-laki sepertinya akan sulit terwujud, sebab setelah melahirkan anak keduanya, Sarah memilih mengangkat rahim karena terkena kanker serviks.

Setelah Sarah, Dina pun membuka sebuah catatan yang dia tulis untuk dirinya sendiri di masa depan. Dalam surat itu, Dina menulis tentang kebenciannya pada orang tuanya, menulis impian menjadi orang besar dan kuliah di universitas terkenal. Menjadi wanita karir yang kaya raya. 

Sayangnya, demi membayar hutang orang tuanya. Dina harus berhenti sekolah saat kelas 1 SMA dan dijodohkan dengan lelaki berusia 35 tahun. Sehingga semua mimpinya hancur. Terkecuali keinginan untuk melihat orang tuanya menderita, masih terjadi hingga hari ini. 

Apalagi Dina baru saja bercerai lagi untuk ketiga kalinya dan hanya memiliki satu anak lelaki. Meskipun begitu, Dina tidak merasa putus asa. Ia berjanji untuk tetap berjuang dan mencari kebahagiaan demi anak satu-satunya. Saat ini Dina membuka salon pribadi, jauh dari orang tuanya yang mengesalkan itu.

Sembari Sarah dan Dina menikmati kenangan mereka lewat surat-surat. Siska hanya mengambil beberapa foto polaroid kecil dari dalam botol. Foto-foto yang diambil pada hari terakhir mereka SMP itu masih berkondisi cukup bagus.

Di dalam salah satu foto itu, Siska tampak tersenyum bahagia, tapi juga sedikit melankolis. Ditatap wajah-wajah sahabat yang ada di hadapannya, dibandingkan dengan wajah polos di foto.

"Kalian sudah menua!" ujar Siska tertawa. 

"Itu karena kamu belum nikah. Makanya kita berdua udah menua." Sarah menanggapi .

"Iya, aku 'kan sudah turun mesin!" ucap Dina meletakkan suratnya dan mencari surat Siska di dalam botol Siska.

"Lah, kamu sekali turun mesin. Itu Sarah udah dua kali masih kelihatan kayak anak gadis!"

"Hush! Nggak boleh gitu iih! Ini servisnya mantap."

"Iya, iya yang masih bersuami," seloroh Dina menemukan surat Siska. "Baca juga suratmu dong, malah lihat foto!"

"Iya!" Siska mengambil surat itu dan membacanya sambil tertawa.

Tak ada satu pun yang terjadi, sebab isi surat Siska hanyalah tiga kalimat pendek.

"Apapun yang terjadi padamu hari ini dan hari esok. Aku akan mendukungmu! Tetaplah semangat!"


Sarah dan Dina yang mendengar itu tertawa. Ya, Siska belum menikah dan masih mencari jati dirinya. Meskipun begitu, Siska merasa bersyukur karena punya pekerjaan yang bagus, orang tua yang sehat dan dia kembali bertemu dua sahabat yang selalu mendukung satu sama lain.

Langit semakin gelap, azan berkumandang. Ketiga sahabat ini, mampir ke masjid terdekat usai membersihkan sampah plastik mereka. Mereka tidak membuat time capsule tambahan, karena menyadari kalau sampah plastik benar-benar sulit terurai. Benda-benda masa lalu mereka pun dimasukkan ke dalam tas masing-masing.

Bakda maghrib, ketiga sahabat ini kembali mengobrol dan berbagi cerita tentang kehidupan mereka yang sempat terlewatkan satu sama lain di sebuah kafe. Meskipun mereka memiliki perbedaan dalam hal karier dan status sosial, mereka masih memiliki persahabatan yang kuat dan tulus.

"Tidak ada yang bisa menebak akan jadi seperti apa kita di masa depan, tapi kita bisa membuat diri kita menjadi versi terbaik di masa depan, dengan menjadi yang terbaik hari ini."


TAMAT 

Gorontalo, April 2023

Komentar