Langsung ke konten utama

Terbaru

Kelas | Review Buku Non Fiksi - Ainun Chomsum

Kelas | Review Buku Non Fiksi - Ainun Chomsum Ini adalah sebuah buku nonfiksi yang Kak Bi dapatkan lewat giveaway GagasMedia sekitar akhir tahun 2015. Sebuah rekomendasi buku tentang kehidupan, yang bisa diambil pelajaran dan perjuangan dari sebuah komunitas belajar-mengajar bernama Akber; Akademi Berbagi. Tidak terasa, buku ini sudah 10 tahun di tanganku ya ehehehe.... Langsung saja masuk ke pembahasan mengapa ini menjadi rekomendasi buku tentang kehidupan yang mesti Pengembara baca. *** 1. Rekomendasi Buku Tentang Kehidupan: Identitas Buku Judul: Kelas Pengarang: Ainun Chomsun Penyunting: Ang Tek Khun, Resita Wahyu Febriatri, Any Wahyuni Cover: Agung Nugroho Genre: Pendidikan, Kumpulan Cerita, Inspirasi Penerbit: GagasMedia Tebal: 255 ISBN: 978-979-780-837-2 2. Rekomendasi Buku Tentang Kehidupan: Tentang Pengarang Ainun Niswati Chomsun adalah perempuan dari kota kecil Salatiga. Saat buku ini dirilis, ia sedang melanjutkan perjalanan hidup di Jakarta bersama seorang putri. Pendiri Aka...

Patah Kala Berbunga | Cerpen Drama Kak Bi

Patah Kala Berbunga | Cerpen Drama Kak Bi


Cerpen romantis? Ah, bukan. Anggap saja ini cerpen drama yang akan membuatmu ikut merasakan kegetiran.


***


[Cerpen Drama] Di tengah gemerlap kota yang tak pernah tidur, ada satu kisah cinta yang tak terlupakan. Kisahnya membekas jauh di relung hati sang pemilik, menciptakan sayatan-sayatan luka di dinding jantung, yang merayap ke seluruh nadi. 

Kisah ini dimulai di sebuah kafe kecil yang tersembunyi di sudut jalan. Di sana, dua jiwa yang tak sengaja bertemu, menciptakan alur takdir yang mengubah hidup mereka selamanya.

Pertemuan pertama mereka terjadi pada suatu malam yang berawan. Lala, seorang wanita yang tegar dan penuh semangat, duduk di sudut kafe dengan secangkir kopi panas di tangan. Bukan untuk gaya-gayaan, melainkan karena dipaksa bertemu dengan seseorang oleh adik sepupunya.


Sementara itu, Anton, seorang lelaki yang penuh misteri, duduk di meja seberangnya, sibuk dengan buku-buku dan catatan-catatan, pun dengan kopi di mejanya. Anton bahkan dengan leluasa bisa melihat Lala mematahkan semangat dan hati lelaki muda yang duduk di hadapannya. Sebuah kencan buta yang diatur berakhir berantakan.

Tinggallah Lala dalam senyap dan senyum puas kala lelaki yang tak disukai itu pergi. Anton yang melihat, sesekali tersenyum karena merasa wanita di meja seberangnya sungguh unik.

Untuk sepersekian detik, waktu seolah terhenti kala mata Lala dan Anton bertemu. Tanpa disadari, mereka saling tersenyum, dan begitu masing-masing senyuman saling terbalaskan, keduanya merasakan aliran listrik yang tak terbantahkan. 



Baca juga: REUNIAN | CERPEN PERSAHABATAN

Cerpen drama lainnya: CERPEN ROMANTIS: DUA CINCIN


Sejak saat itu, tak ada hari tanpa pertemuan di kafe, keduanya selalu tidak sengaja bertatap muka atau masuk bersamaan. Anton pun memberanikan diri untuk berkenalan. Lala ikut menyambut dengan senang hati.

Lala dan Anton mulai menghabiskan waktu bersama, berbicara tentang impian dan ambisi mereka. Mereka menemukan bahwa meskipun memiliki perbedaan besar dalam latar belakang dan kepribadian, ada ikatan yang tak tergantikan di antara keduanya. Setiap pertemuan mereka di kafe seperti bab baru dalam buku cerita cinta yang Anton baca. Padahal Anton lebih suka membaca komik aksi dan non fiksi.


Suatu sore, Anton bertanya sesuatu kepada Lala. "Kamu udah punya pacar, La? Hari itu kamu berantem sama pacar kamu ya?" Anton mengingat kejadian sebulanan yang lalu.

"Hari itu? Hari kapan? Aku nggak punya pacar kok."

"Hari pertama kali kita ketemu itu loh, yang kamu bikin laki-laki itu cuma nunduk doang selama kamu bicara."

"Ooh, orang itu. Bukan pacar aku sih, itu laki-laki yang dijodohkan sama adik sepupuku. Aku diminta adik sepupu untuk gantiin dia dan nolak laki-laki itu," jelas Lala tertawa.

"Jadi, kamu belum punya pacar?" Anton menatap dalam-dalam.

"Iya, kenapa? Mau jadi pacar aku ya?" Anton terdiam mendengar itu, Lala menatap ragu sambil tersenyum canggung. "Iih, aku bercanda kok!" tambah Lala mendadak kikuk melihat sikap Anton.

"Kalau kamu mau sih, aku mau-mau aja." Anton serius, sambil mengulum bibirnya.

"Hah?" Lala tentu saja kaget, itu terdengar seperti sebuah pengakuan cinta.

"Mau nggak?"

"Mau apa sih?" Lala berkilah.

Anton tertawa, "Mau nggak jadi pacar aku?"

Keduanya hanya tertawa malu-malu, Lala tidak menjawab, keduanya berakhir dalam kecanggungan tiada berujung. 


***


Lama saling mengenal, Lala dan Anton hanya dekat sebagai sahabat. Meskipun beberapa kali Anton memberi kode kepada Lala, Lala cuek dan seolah menghindar jika mereka sudah membahas hal-hal seperti jodoh dan masa depan. Kisah-kisah yang dibaca Anton mungkin tak semulus kisahnya sendiri, tapi Anton pantang menyerah kala hatinya telah tertambat pada bunga impian.

Dikarenakan keduanya sibuk, beberapa bulan kemudian mereka malah jarang jalan bersama dan lebih memilih bertemu di kafe bila ada waktu senggang. 

Benar-benar hanya nongkrong di kafe sambil bercerita tentang latar belakang keluarga masing-masing atau hanya sekadar mengeluhkan hari-hari yang melelahkan sebagai pasukan kertas di balik meja-meja ber-CPU.


***


Pada akhirnya, Lala luluh juga kala Anton menemani penuh perhatian di saat ayah Lala meninggal dunia. Anton jadi tipe laki-laki siaga dan telah mengetuk pintu hati Lala yang terkunci rapat.


Sayangnya, setelah kematian ayahnya, Lala semakin sibuk karena harus menggantikan posisi sang ayah sebagai tulang punggung keluarga dan terjebak dalam pekerjaannya yang menguras waktu. 

Sementara Anton, mulai merasa tidak nyaman dengan beberapa hal dalam dirinya sendiri jika teringat dia punya masa lalu yang masih menghantui, Lala pun tahu sosok dari masa lalu itu. Ditambah lagi, Lala yang masih tidak pernah menampakkan ketertarikan lebih dari teman di hadapannya. Membuat Anton ingin menyerah, dia ingin serius tapi Lala tak pernah tersentuh.

Tibalah saat di mana Anton tak lagi datang ke kafe dan jarang menelepon Lala. Lala yang sehari-harinya letih dan ingin berbagi cerita bersama Anton, merasa kehilangan karena sang sahabat seolah lenyap dari sisinya. Apalagi, baru belakangan ini Lala merasakan getaran di hati, tapi terkendala kesibukan membuatnya lupa akan hal itu dan malah berakhir dengan merindukan Anton tanpa sebab.

Semakin lama, Anton benar-benar tak lagi menghubunginya. Lala takut kalau dirinya sempat melakukan kesalahan kepada Anton tanpa disadari. Lala pun mencari Anton ke rumahnya, untuk menanyakan kabar dan melepas rindu. Jika perlu, Lala berniat menyatakan perasaan yang semakin hari mulai tumbuh karena rindu.


Belum turun dari mobilnya, Lala melihat Anton baru saja masuk ke dalam rumah dengan seorang wanita, terlihat hangat dan akrab satu sama lain. Lala memilih segera pulang, dia menampik segala ragu yang bermunculan.

"Anton laki-laki baik, Anton sahabat dekatku. Sangat nggak mungkin dia nggak cerita kalau udah punya pacar," gumam Lala saat pergi meninggalkan rumah Anton.

Lala mencoba menyembunyikan kekecewaannya, tapi di dalam hatinya, rasa sakit merayap perlahan. Anton, yang sebelumnya seperti penjaga yang setia, kini menjadi orang asing yang tinggal dalam kenangan.


Ya, hari-hari berlalu tanpa Anton yang biasanya membalas pesan dan menelepon lagi, dan kafe yang dulu menjadi saksi kisah mereka, kini hanya dipenuhi oleh kehampaan dan kenangan manis yang kini terasa pahit. Setiap tegukan kopi mengingatkannya pada senyuman Anton dan hari-hari bahagia yang kini sirna.

Terlambat, Lala telah patah kala berbunga. Seharusnya dia lebih cepat menyadari perasaan sendiri, menyadari bahwa dia telah bergantung pada Anton dalam rentang waktu kurang dari satu tahun.

Lala juga menyesal karena telah terperdaya dan luluh pada Anton. Andai saja Anton lebih giat menyatakan perasaan, alih-alih mengungkapkan segala rasa dengan pujian tipis dan kode-kode halus, mungkin hati Lala telah dimenangkan jauh-jauh hari sebelum ayahnya meninggal dunia.

Akan tetapi, bunga hanya sekadar bunga, menjadi liar dan dipenuhi sulur bila tak ada penjaganya. Lala hanya sekadar jatuh cinta, belum sempat memberikan hati seutuhnya. Masih bisa diredam segala rindu dan kecewa yang merundung. Harusnya begitu.


***


[Cerpen Drama] Pada suatu hari, Lala menyadari bahwa waktu tidak akan mampu menyembuhkan lukanya. Kehidupan yang terus berjalan selama enam bulan terakhir tanpa Anton, runtuh kala pertemuan tak disengaja di kafe sore itu.

Anton duduk menatap seorang wanita di hadapannya, dengan senyuman teduh. Lala bimbang, mau menyapa sahabatnya itu tapi takut terbawa perasaan. Jika tidak menyapa terkesan sombong dan tak tahu terima kasih.

Lala melangkah mundur, memilih pergi meninggalkan kafe. Bila pertemuan pertamanya bersama Anton adalah momen mematahkan semangat lawan jenis, kini dirinya yang pergi dengan langkah patah hati.

Dengan setiap langkah yang diambilnya menjauhi kafe, Lala merasa seakan-akan telah kehilangan sepotong dirinya. Lala tak perlu jawaban atau penjelasan apapun, cincin di jari manis Anton dan wanita itu jadi jawaban telak yang tak sengaja tertangkap sudut matanya.

Akhirnya, di tengah gemerlap kota yang tak pernah tidur, cerita cinta Lala dan Anton menjadi satu dari sekian banyak kisah yang tak berujung. Hanya sayatan-sayatan luka di dinding jantung dan kenangan yang menyisakan rasa hampa. Dan, seperti langit yang berhenti gelap saat matahari tiba, Lala memilih berhenti berharap.


***


TAMAT

Gorontalo, 1 Januari 2024



Komentar