Cernak Fantasi: Dongeng Bayi Panda
Cernak Fantasi: Dongeng Bayi Panda
Cernak Fantasi balik lagi, tidak perlu lama-lama intronya, langsung masuk saja ke cerpennya ya, Pengembara.
***
[Cernak Fantasi]—Kelompok panda sedang berbahagia. Setelah beberapa tahun lamanya, terlahirlah seekor bayi panda yang lucu dan menggemaskan.
Seiring berjalannya waktu, bayi panda tumbuh semakin besar. Teman-teman ibunya selalu menjaga dan memanjakan bayi panda. Semakin hari, semakin penasaran dia dengan dunia di luar sana. Saat bayi panda melihat burung-burung yang beterbangan bebas di pepohonan yang menghijau.
Dia selalu bertanya, "Bagaimana rasanya menjadi burung? Kemana mereka terbang? Ada apa di luar sana? Kenapa aku terus terbangun di depan kolam yang sama?"
Apalagi saat tetangga mereka, monyet ekor panjang monyet ekor panjang bisa dengan bebas datang ke pepohonan kelompok panda. Dia selalu mencoba untuk mengikuti para monyet ekor panjang. Meskipun selalu saja, bayi panda tergoda pohon bambu di belakang kolam mandinya.
Ibu panda selalu memperingatkan tentang bahaya dunia luar bagi panda-panda seperti mereka, dengan cara yang unik. Bersama seorang teman manusia, ibu panda akan bercerita.
Bayi panda suka sekali mendengar dongeng yang diceritakan ibunya. Sebelum tidur, sebelum makan atau sebelum kelompok monyet ekor panjang datang, maka ibu panda akan mendekap bayi panda dengan erat dan memulai cerita dengan kalimat ajaib.
"Dahulu kala, di sebuah hutan yang jauh, hiduplah seekor panda kecil bernama Ming. Dia sangat penasaran dengan dunia di luar hutan bambu. Terkadang dia mengikuti jejak burung merak, tapi sama sepertimu dia akan selalu terjebak di pohon bambu."
Bayi panda tertawa, dongeng-dongeng yang selalu diceritakan itu justru membuatnya semakin ingin tahu tentang dunia luar.
Baca juga: Pesan yang Salah Kaprah
[Cernak Fantasi]—Suatu hari, bayi panda tak bisa menahan rasa ingin tahunya. Saat ibu panda sibuk mengobrol dengan teman manusia. Dengan gesit, bayi panda mengikuti monyet ekor panjang. Sampai dirinya tiba di sebuah tembok tinggi yang aneh.
"Ujung dunia?" Bayi panda mempertanyakan tembok pagar yang baru dilihatnya ini.
"Itu tembok, bodoh!" Suara itu berasal dari gerombolan monyet ekor panjang. Mereka berada di pohon dalam pagar tembok area kekuasaan.
"Itu pagar, kau yang bodoh!" sela salah satu monyet ekor panjang sambil melempari kulit kacang ke arah temannya.
"Apa ini?" Bayi panda menatap penuh kekaguman.
"Ini pembatas kandang," jawab monyet ekor panjang dengan apel di tangannya.
"Apa itu kandang?"
"Kau itu di dalam kandang, bodoh!" jawab monyet tertawa.
"Dia dalam kandang? Kita juga dalam kandang?" Seekor monyet mendadak panik dan berteriak-teriak.
"Oh, tembok! Kalian bisa bantu aku melewati tembok ini?" Bayi panda menyentuh dinding tebal berjeruji besi.
"Pagar!" ujar monyet paling cantik mengingatkan bayi panda.
Salah satu monyet ekor panjang pun turun ke tanah dan melirik bayi panda kecil.
"Dia kecil, bisa kita angkat!" ujarnya santai.
Dengan bantuan monyet ekor panjang, bayi panda merayapi pagar kandang dan memanjat ke pohon yang ada di sisi kandang. Begitu dia sampai di atas pohon, pemandangan luas dan asing menjulang di hadapannya. Beberapa burung terbang di angkasa, dan angin beraroma tanah berembus lembut.
"Hmm? Bau apa ini?"
"Bau yang dibuat manusia!" jawab monyet ekor panjang dengan mata yang cantik menghampiri bayi panda di dahan.
Namun, tiba-tiba, bayi panda melihat pohon aneh dengan kotak-kotak memantulkan cahaya langit.
"Benda apa itu? Aku baru melihat pohon seaneh itu."
"Itu gedung, apartemen, apa lagi namanya?" Monyet cantik menunduk ke arah monyet yang duduk-duduk manis di pagar.
"Rumah besi!" teriak monyet dengan apel di tangan sangat histeris.
"Wah, rumah besi! Tinggi sekali!" seru bayi panda.
"Apa ibumu tidak pernah menceritakan soal rumah besi?" sela seekor harimau gemuk dari sisi belakang kandang panda. Dia mendekati pagar dan menatap pohon tempat bayi panda berada.
Monyet-monyet panik mereka menjauhi pohon paling ujung dari kandang mereka tersebut. Bayi panda ikut kaget dan cemas. Dia hendak turun dari pohon dan beralih ke pagar dengan hati berdebar-debar.
"Aku tidak akan memakan panda kecil sepertimu. Aku masih baru di sini, aku merindukan keluargaku."
"Apa kau dulunya tinggal di rumah besi?" Bayi panda bertanya, merasa kasihan saat mendengar suara lemas si harimau.
"Tidak, aku tinggal di hutan."
"Hutan? Apa ada banyak bambu di sana? Ibuku sering bercerita tentang hutan."
"Itu hanyalah dongeng, Nak. Hutanku telah berubah menjadi petak-petak sawit."
"Apa itu sawit?"
Harimau terdiam, lalu pergi tanpa menjawab tanya bayi panda. Wajahnya murung, monyet-monyet mengintip lalu menertawakan harimau yang mengaku rindu keluarga.
Bayi panda mendengar teman manusia ibunya sedang memanggil. Dengan cepat dia melambai pada para monyet dan berlari pulang untuk menceritakan pengalamannya pada ibu panda.
Baca juga: Pohon Kehidupan
"Ibu, tadi aku bertemu harimau yang katanya sedang merindukan keluarga. Dia ada di kandang belakang."
"Kau sudah tahu kalau kita berada dalam kandang?" Ibu panda menatap bayinya.
"Hmm!" angguknya mendekati kolam dengan wortel di tangan hasil pemberian teman manusia si ibu panda.
"Kandang ini melindungi kita dari dunia manusia. Tempat ini bernama kebun binatang, tempat ini tidak sama seperti tempat ibu lahir dulu. Sehingga manusia memperlakukan kau yang lahir di sini seperti permata," ungkap ibu panda.
"Permata?"
"Ya, kau berharga. Sekarang makanlah, biar kuceritakan dongeng lainnya."
"Apa aku boleh pergi keluar seperti tadi?"
"Hmm, sebaiknya jangan. Kau tidak akan bisa menemukan bambu di tempat lain. Selain di rumah kita ini."
"Ya, monyet-monyet itu juga menyebalkan. Sepertinya aku tidak suka mereka. Aku lebih suka dongeng ibu." Bayi panda berguling-guling. "Dan bambu! Dan manusia!"
"Nak, dunia di luar sana memang memiliki keindahannya sendiri, tapi di sana juga penuh dengan marabahaya. Meskipun di dalam sini manusia tampak lebih baik daripada monyet ekor panjang. Tapi, di luar sana, manusialah yang berbahaya."
"Oh ya?" Bayi panda duduk menatap ibunya.
"Hmm, makanya kau harus bersikap baik kepada tetangga kita."
"Monyet ekor panjang?"
"Ya dan harimau tua yang katamu merindukan keluarganya. Tapi, jangan pernah pergi ke kandangnya ya?"
"Baik, Bu!" Bayi panda mengangguk. "Tapi, Bu. Kenapa para monyet memanggilku bodoh?"
"Itu perkataan yanh tidak baik, kau tidak boleh mengikutinya," jawab Ibu panda.
Sejak hari itu, bayi panda tetap penasaran dengan dunia luar. Dia selalu menerima brosur yang dicuri monyet dari para pengunjung. Bayi panda mempelajari dunia luar sambil bermalas-malasan di kandangnya.
Kelak, jika dia menjadi ibu panda, dia ingin menceritakan lebih banyak dongeng untuk bayi pandanya.
TAMAT.
Gorontalo, 22 Agustus 2023
Komentar
Posting Komentar