Cerpen Gratis: Kotak Kenangan | Curahan Sang Jam

Cerpen Gratis: Kotak kenangan



[Cerpen Gratis] Masih jelas, siang itu. Gadis berambut panjang sepinggang sibuk memasukkan beberapa barang kenangan ke dalam beberapa box.

Duduklah ia bersila di depan lemari yang hampir kosong. Aku hanya bisa menatapnya bisu, berbagi waktu yang mungkin enggan ia lewati.

Ruang keluarga yang menyatu dengan ruang tamu ini terlihat kosong, padahal sebelumnya ada dua mesin jahit, sofa tua, meja belajar, cermin dan dua lemari kecil. Tapi, sejak kemarin semuanya perlahan meninggalkan ruangan ini.

Di kamar, sang nyonya rumah sama sibuknya. Melipat dan memasukkan beberapa pakaian ke dalam tas dan koper. Sementara si bungsu berambut cepak sedang memilah-milah buku yang masih bisa dipakai.


Malam menyapaku, setelah siang tadi matahari berhasil meletihkan penghuni rumah yang bersiap-siap untuk pindah dari rumah penuh kenangan ini.

Si gadis berambut panjang duduk di depan pintu, menatap lampu jalanan dan rumah tetangga dalam diam. Seolah sedang coba merekam momen terakhir di kota ini lewat bola matanya yang cokelat.


Detikku melemah, mungkin karena melihatnya sibuk disertai lesu. Aku kaget saat ia mendadak menatapku lekat. Aku jadi salah tingkah, apa sekarang giliranku yang akan dikemas?

Aku pasrah, 20 tahun lebih mengikuti keluarga ini aku sudah siap jika harus ditinggalkan atau dibuang sekalipun.


Benar saja, gadis berambut panjang mengambil bangku dan meletakkannya di bawahku. Ia naik dan menatapku.

"Sudah jam 8 lewat 15!" serunya mengangkatku.

"Terima kasih sudah jadi penghuni abadi di rumah ini. Kini saatnya kamu pindah bersamaku dan membuka kenangan yang baru." Ucapannya menghangatkan baterai-ku.

Aku diletakkan dalam box terpisah, mesin tuaku dimatikan tepat pada jarum jam panjang yang berhenti di menit ke-21.


Baca juga: Cerita Pendek: Pesan yang Salah Kaprah

Tonton juga: Tentang K-Dramaland: Episode Do Kyung Soo


***


Akhirnya aku terbebas setelah entah berapa ratus detik terlewatkan. Sekarang aku bisa kembali melihat senyuman pemilikku ini, setelah ia menyesuaikan waktu sore hari pada mesinku.

Si gadis berambut panjang meletakkanku di tengah ruangan. Rumah ini ternyata lebih besar dibandingkan sebelumnya, rumah besar minim perabot.

Namun, wajah-wajah di dalam rumah sama sekali tidak asing. Ada sepasang nenek kakek yang duduk di sofa tua sambil menatapku, mereka dulu sering berkunjung ke rumah lama.

"Agak kiri!" seru nenek.

"Bukan, agak kanan!" tambah kakek.

Gadis berambut panjang mengerucutkan bibirnya. Aku tahu dia sedang menahan rasa kesal, aku sudah mengamatinya sejak bayi dan itu adalah ekspresi kesalnya.


***


[Cerpen Gratis] Beberapa tahun tinggal di rumah baru ini, kembali aku merasakan duka bersamanya. Kupikir setelah ikut bersama gadis berambut panjang ini ke tempat baru, aku hanya akan selalu melihat tawa dibandingkan saat berada di rumah lama. Tapi, sama saja. Bahkan lebih parah.

Nenek dan kakek pergi untuk selamanya, setelah kakek meninggal hanya empat bulan kemudian nenek menyusul. Aku sering melihat nenek menyesap rindu dan mengembus napas berat setiap selesai subuh. 

Setelah kepergian sepasang kekasih penuh cinta itu, rumah dirundung sepi yang mendalam. Kabur duka bisa kulihat dengan jelas di masing-masing kepala penghuni rumah.


Perlahan-lahan, yang tersisa di dalam rumah besar dengan lima kamar ini hanya si gadis berambut panjang yang kini sudah berambut pendek, bersama kucing-kucingnya dan aku; tentu saja.

Ibunya sudah menikah lagi, si bungsu sedang merantau. Mencoba menyambung kehidupan gadis bermata cokelatku yang sakit-sakitan.

Meski tubuhnya sering tak stabil, terkadang tak melihatku selama berminggu-minggu karena terbaring lemas. Ia selalu menjagaku untuk tetap berdetik, dia akan melakukan segala cara untuk membuatku tetap hidup.


Pernah suatu ketika, temannya memandangku penuh kecurigaan.

"Jam ini sudah tua, beli yang baru saja!"

"Ah, masih bisa dipakai kok. Aku juga nggak akan bisa buang dia. Dia penuh kenangan. Waktu kecil dan sedang bermain di luar, ukurannya yang besar itu gampang terlihat dari luar. Jadi, aku bisa masuk tepat waktu ke dalam rumah tanpa dimarahi." Ucapan yang diselingi tawanya itu membuatku bersemangat. 


Karena melihat upayanya untuk tetap mempertahankanku, serta membuatku masih bisa melihat dan mendengar kesedihan serta kebahagiaannya hingga kini. Aku, akan coba bertahan untuknya, karena aku punya mesin yang kuat karena bukan barang murah pada masaku. Kini bateraiku diganti setahun dua kali, meskipun dulu baterai-ku diganti setahun lebih sekali.


***


Tahun ke sepuluh pindah ke rumah ini, gadis berambut panjang yang kini kupanggil gadis bermata cokelat tidak semurung dulu. Dunianya berubah, nyonya besar yang dulu menikah lagi, kini kembali ke rumah dan hidup bersamanya. 

Aku pun sangat suka melihatnya sibuk bersama pekerjaan yang menumpuk, karena aku bisa menemaninya begadang. Fisiknya tidak lagi selemah dulu, meski beberapa kali sering menatapku untuk menghitung jam minum obatnya.

Aku sendiri, sudah tua. Sebisa mungkin memperlambat waktu kerusakanku. Terkadang aku memberitahunya kapan baterai-ku harus diganti.

Saat aku melambatkan detik, dan mulai melambatkan hari. Ia akan menatap sambil menggeleng dan berucap, "Kamu mulai melambat lagi, pasti minta ganti baterai ya...."

Hanya ia satu-satunya yang mengetahui kapan aku akan tertidur panjang. Karena ia selalu bersamaku, berbagi kenangan. Ia bahkan tak pernah beli jam baru, satu-satunya sainganku adalah jam digital di smartphone-nya.


Artikel lainnya: Review Film A Werewolf Boy

Baca juga: Review Film: A Melody to Remember


Aku adalah kotak kenangannya yang paling berharga, mesin tua yang dibingkai bahan kokoh dari berbagai lapisan. Meskipun kadang ia lupa membersihkanku dari sarang laba-laba, aku tetap menyukai gadis bermata cokelatku.

Saat ini, satu-satunya yang kutunggu adalah tangisan bayi. Karena gadis berambut cokelat mulai menatapku dengan perut yang semakin membesar. Setelah beberapa bulan lalu ia membawa pria dan mengadakan acara sederhana di rumah ini.


Meski waktu telah mendewasakan dirinya, ia masih sama saja seperti dulu.

Sering menatapku dengan senyuman dan menggumam, "Sehat terus ya jam. Aku suka menatapmu. Karena kenangan akan muncul di benak setiap kali melihat dirimu."


***

Tamat

Gorontalo, 28 November 2022


[Hai pengembara, sekadar informasi, jam yang jadi inspirasi cerpen gratis ini masih ada di rumahku. Saat 2023 dia sudah mati, pakai baterai apapun tidak bisa hidup lagi. Tapi, tiba-tiba saja sebelum ramadhan 2025, dia kembali berdetak, melihat itu aku memintanya untuk diperbaiki. Setelah diperbaiki, dia sempat hidup selama hampir sebulan dan kemudian mati suri lagi. Sampai hari ini, dia sering tiba-tiba menyala di jam 4 sore, lalu mati dengan sendirinya di jam empat pagi atau jam acak lainnya seperti jam 5 atau jam 3.]

Komentar

Populer

Review Film Sedih: The Fault In Our Stars

Review Drama Korea: Chicago Typewriter