Cerpen Fantasi Gratis: Aku, Penyihir dan Goblin
Cerpen Fantasi Gratis: Aku, Penyihir, dan Goblin
[Cerpen Fantasi] Aku berdiri di samping jalanan usai turun dari bus terakhir malam ini. Aku sedang nekat mencari tempat yang diceritakan Martha, setelah dia memberiku buku unik dari perpustakaan Pak Green.
Malam berkabut menyelimuti hutan yang sunyi di hadapanku ini. Aku menyalakan senter dan masuk ke dalam hutan, mengikuti jalan setapak.
Setelah berjalan beberapa saat, aku tiba di sebuah tempat yang terasa aneh. Pepohonan kering dan membusuk berdiri tegak di luar sebuah gubuk tua yang dipenuhi oleh sinar lampu merah oranye dari dalamnya. Suasana itu memancarkan aura misterius yang menggigit rasa penasaran di dalam diriku.
Begitu hendak pergi menuju gubuk, aku terhenti karena ada makhluk asing dengan wajah jelek dan berpakaian tidak rapi. Dia hanya menatapku diam sambil menunjuk ke arah gubuk. Aku berjalan cepat dan coba untuk tidak terlalu memperhatikan makhluk itu. Tapi, dia tidak asing, wajahnya mirip sesuatu dari buku yang sedang kupeluk erat saat ini.
Dengan langkah ragu, aku memasuki gubuk tersebut. Cahaya merah oranye menyinari setiap sudut ruangan, menciptakan bayang-bayang menyeramkan yang berputar-putar di dinding. Kepalaku pusing, apalagi bau rempah-rempah dan ramuan aneh mewangikan udara, mengisi hidungku dengan aroma yang khas dan magis.
Di tengah gubuk, duduklah seorang penyihir tua dengan jubah hitamnya yang menjuntai ke lantai. Wajahnya yang keriput dan mata biru tajam memberikan kesan kebijaksanaan, tapi ada sesuatu yang menyeramkan dalam tatapannya. Telinganya yang runcing dan janggut putih yang lebat memberikan kesan bahwa dia telah hidup selama berabad-abad.
"Aku sudah mengetuk, tapi pintunya terbuka sendiri. Untuk itu—"
"Aku tahu kau akan datang." Suara serak sang penyihir menghentikan ucapanku. "Ketika malam ini tercipta, takdir kita saling terkait."
Aku mengangguk, tak mampu menahan rasa takjub dan ketakutan di dalam diri.
"Aku dengar dari seorang teman. Kau sangat luar biasa kuat. Apa yang kau tahu tentangku?" tanyaku, suaraku terdengar bergema di antara dinding gubuk yang rapuh. Masih posisi berdiri dengan jarak kurang lebih lima meter dari tempatnya duduk.
Penyihir itu tersenyum tipis, bibirnya melengkung dalam sorot lampu merah oranye.
"Aku melihat dendam dan benci, juga cinta yang tiada terukur."
Rasa cemas melanda diri ini saat kata-katanya mencapai telingaku. Aku teringat akan makhluk yang kulihat di luar gubuk.
"Si-si-siapa makhluk tua di luar sana?" tanyaku, mencoba mengalihkan pembicaraan.
Penyihir mengangkat alisnya, seolah sedang mempertimbangkan kata-katanya.
"Dia adalah goblin tua, penghuni hutan ini sejak zaman yang tak terhitung lamanya. Dia memiliki pengetahuan kuno dan misteri yang tidak bisa diketahui oleh manusia biasa. Tapi, hati-hati, dia juga memiliki ambisi gelap yang tak terduga."
Kerutan di wajah penyihir semakin dalam saat dia memandangiku dengan penuh pertimbangan. "Pilihan ada di tanganmu, anak muda. Apakah kau ingin bersekutu denganku demi hasrat terdalam, menjalani jalan kegelapan yang menanti segala kebencian, atau kau ingin melawan takdirmu sendiri yang tak mungkin bersama lelaki bermata indah itu?"
Aku memandang goblin tua di luar melalui jendela, sambil memikirkan kata-kata penyihir. Kegelapan dalam diriku mulai terbangun, menggoda dan merayu hati nurani. Namun, aku juga merasa ada kekuatan yang mungkin terlalu berlebihan jika kusanggupi. Untuk seketika aku kebingungan dengan tujuan utama datang ke tempat ini.
***
[Cerpen Fantasi] Aku teringat, Jeremy. Lelaki yang memutuskan hubungan denganku demi wanita lain. Aku yang sedih memang sengaja meminta bantuan Martha. Ingin rasanya membalaskan dendam saat aku dibuat terpuruk oleh dua manusia hina itu.
Dalam kebingungan dan keputusasaan, aku akhirnya memilih dengan hati-hati. "Aku ingin kau balaskan dendamku. Aku siap menjalani takdir gelapku, asalkan kau bisa menghancurkan Jeremy dan wanita jal*ng itu!"
Senyum misterius terukir di wajah penyihir itu. "Selamat datang, dalam dunia kegelapan, gadis muda. Aku akan membantumu, tapi apa yang bisa kau berikan padaku?" ucapnya menunjuk buku di tanganku.
"Aku hanya punya buku ini," ujarku sambil mendekat dan mengulurkan buku kepadanya.
Penyihir berdiri dan mendekatiku, tangannya dengan cekatan mengambil buku dan menahan lenganku. Dengan kuku panjang dia menyentuh telapak tangan kanan dan membuat titik-titik imajiner. Setelah itu, pintu terbuka. Goblin tua di luar masuk dan memeluk pinggangku dari belakang. Aku tersentak kaget.
Penyihir mulai membacakan mantra, buku yang kuberikan diletakkan di sebuah laci dekat perapian. Dia kembali padaku, menyentuh dahiku dan membuat titik-titik imajiner lagi.
Bersamaan dengan itu, aku bisa merasakan kegelisahan memenuhi pikiranku, dengan liar aku membayangkan Jeremy dikoyak binatang buas.
Aku berteriak, saat tiba-tiba dadaku ditusuk oleh pisau besar. Darah banyak mengalir, kaki lemas seolah terbang.
"Kau akan jadi bagian dari kami, gadis muda. Emosimu, dendam dan segala benci akan membuatmu mampu membalaskan segala dendam."
Dalam gubuk itu, aku, penyihir, dan goblin tua bersatu, membuka babak baru dalam cerita takdir yang kelam.
***
Tiga hari kemudian aku mendengar kabar di kampus tentang Jeremy yang diterkam beruang saat ikut berburu dengan ayahnya. Ayahnya kehilangan kaki dan sedang koma, sedangkan Jeremy bukan hanya kehilangan kaki tapi juga nyawanya sendiri.
Gadis yang merebut Jeremy dariku berakhir overdosis di ranjangnya sendiri.
Sementara aku, menikmati pemandangan indah bersama Martha lewat jendela apartemen baru. Wanita licik yang berhasil membuatku jadi seperti ini.
Aku menikmati pijatan kaki dari goblin muda pemberian penyihir tua, sambil melihat jantungku di dalam toples kaca. Goblin muda yang menyelesaikan tugasnya dengan baik dan benar, memuaskan karena pulang dengan darah Jeremy dan gigi wanita jal*ng.
Ternyata, menjadi penyihir itu menyenangkan.
Hahaha!!!
Gorontalo, Juni 2023
Baca juga: Cerpen Horor: 10.52
Artikel lainnya: Review Berantai 200 Pounds of Beauty
Komentar
Posting Komentar