Terbaru

Cerpen Horor: TOILET

Cerpen Horor: TOILET




[Cerpen Horor]—Langit panas terik, kepalaku pusing setelah menemani Kak Nisa keliling komplek pertokoan. Sampailah kami berdua di sebuah minimarket. 


Kak Nisa memulai buruannya, entah apa yang dia cari? Aku, ikut saja karena tidak berniat untuk belanja.

Tiba-tiba, aku kebelet, rasanya ingin buang air kecil. Ini pasti karena sebotol air mineral yang sudah habis kuteguk sedari tadi. Aku mengelilingi lantai satu minimarket dan menemukan papan besar bertuliskan 'Toilet Rusak' di depan dua pintu toilet.


Aku pun bertemu seseorang yang baru saja turun dari lantai atas. Orang baik itu memberitahukan bahwa di lantai 3 ada toilet. Aku pun bergegas naik dan mengikuti petunjuk ke arah toilet wanita yang ternyata ada di ujung koridor. 

Anehnya, koridor itu terasa lebih sunyi dari lantai 1 dan lantai 2. Tidak ada orang, dan lampu di sepanjang lorong juga berkedip pelan, seakan akan padam. Namun, kebutuhan mendesak ini tidak bisa kutahan lagi.


Begitu masuk ke dalam toilet, hawa dingin menyergap. Toiletnya jauh lebih besar dari biasanya, lantai keramik kusam dan cermin besar di dinding tampak buram. Suasana sepi, membuat langkah kakiku menggema. 

Tidak ada orang lain di sini. Aku langsung merasa lega saat menemukan bilik yang terbuka dan segera masuk.

***

[Cerpen Horor]—Setelah selesai dengan kebutuhan pelik ini, Aku masih di dalam bilik untuk merapikan diri. Terdengar suara pintu-pintu dibuka, ramai.


Begitu aku keluar dari bilik dan melihat ke cermin. Cermin besar itu tidak memantulkan bayanganku dengan jelas. Buram, seakan sesuatu sedang mengintip dari balik kaca, atau ... kacanya tak benar-benar kosong. 



Saat berkelahi dengan pikiran negatif, aku melihat dua perempuan berseragam sedang menatapku aneh sambil berbisik-bisik.

"Toilet di bawah rusak ya, Mbak. Maaf, saya buang air di sini," ucapku menuju ke wastafel untuk cuci tangan. Tapi, airnya tidak keluar. 

"Maaf, Mbak—" Aku terhenti, kata-kata langsung gengsi keluar dari mulut saat menyadari bahwa dua orang perempuan tadi sudah pergi. 

Hilang, tak berjejak.


Cerpen lainnya: Aku, Penyihir dan Goblin
Mungkin Anda sukai: Review Film Horor: The Cat


Bilik-bilik toilet juga sepi, tapi seperti ada bayangan jika dilihat dari bawah pintu bilik. Aku segera keluar saat tiba-tiba saja bulu kuduk menari manja.

"Wah, ada yang tidak beres," gumamku berjalan cepat.

Saat berjalan keluar, aku menyadari bahwa koridor ini ternyata cukup gelap dan benar-benar sunyi. Bahkan suara pengunjung mall tak terdengar sama sekali.

Air membasahi lantai. Aku berhenti dan kepala kutundukkan perlahan. "Dari mana ya asal semua air ini? Padahal di wastafel tidak ada air? Untung saja di toilet ada air. Ah, apa mungkin pipanya bocor?" Batin mulai meracau tidak jelas.

"Tapi, tadi tidak begini?" ucapku mempercepat langkah.

***


[Cerpen Horor]—Napas ini semakin cepat, dengan tergesa-gesa, aku menuju tangga untuk turun ke lantai dua. Begitu sampai di lantai dua, telingaku langsung terasa plong. Aku butuh keramaian untuk menenangkan diri.


"Cari apa, Mbak?" tanya karyawan minimarket. "Ini wilayah karyawan, pembeli sampai batas kain batik di situ aja."

"Maaf, tadi saya cari toilet. Tapi, udah ketemu kok, di lantai atas. Maaf, ya saya buru-buru tadi, jadi tidak sempat minta izin."

"Lantai atas? Lanta tiga? Lantai itu nggak punya toilet, Mbak." Ucapannya membuat mulutku membentuk bulatan sempurna. 

"Tadi saya dari sana kok? Ada yang nyuruh saya ke lantai tiga. Jelas-jelas dia bilangnya lantai tiga kok." Aku menjelaskan sembari menahan tangis, mendadak takut.

"Lantai tiga itu rooftop, Mbak. Minimarket kita nggak punya ruangan lantai tiga. Akses ke sana cuma buat karyawan ngerokok saja," jelasnya menatapku seperti keheranan.


Ya, jelas aku lebih heran lagi pun mendadak lemas, "Oh, atau ... lantai dua kayaknya. Ya, tadi saya memang buang air di lantai ini. Ini lantai dua kan?"

"Iya, ini lantai dua. Tapi, toiletnya ada di ruang bos kami, Mbak. Ruangannya dikunci, ini kuncinya ada sama saya."

"Hah?" Aku tersungkur, hanya bisa menatap karyawan wanita berseragam minimarket itu. Aku benar-benar kehabisan kata-kata.


Merasa tak percaya, aku memaksa kembali ke lantai tiga untuk memastikan. Namun kali ini, saat tiba di lantai itu, angin dingin langsung menyapu wajah. Langit biru membentang, tapi tak ada jejak apapun, hanya sunyi yang menggores pikiran. 

Tak ada pintu. Tak ada dinding. Tak ada toilet. Hanya ada aku ... dan perasaan bahwa sesuatu baru saja menertawakanku.

"Kemana aku tadi?" Aku merasa pusing, rasanya seperti terjebak di dalam mimpi buruk yang tak bisa dijelaskan.

***

Sejak hari itu, aku tak pernah menginjakkan kaki lagi di toilet umum. Setiap kali melewati toilet umum, aku selalu merasakan ada sesuatu yang mengawasi dari dunia lain. Masih jadi pertanyaan besar, kemana aku saat itu? Aku buang air di mana?

TAMAT 

Gorontalo, 13 Oktober 2024

Komentar

Populer

Review Squid Game All Season | Season Tiga Gagal Mengalahkan Season Pertama

Review Film #ALIVE: Bertahan Hidup dari Zombie di Korea