Cerpen Tentang Ibu: Di Bawah Langit Malam–Nurwahidah Bi
Hai, Pengembara. Kak Bi bawakan sebuah cerpen tentang ibu yang berjudul Di Bawah Langit Malam.
Hanya sebuah cerpen tentang kehilangan, kisah ibu dan anak yang mungkin akan menggugah hatimu.
Selamat membaca.
***
Cerpen Tentang Ibu — Malam sudah datang membawa kabut tipis yang menggulung jalan-jalan kota. Di ujung gang sempit, Aruna, perempuan bermata cokelat duduk dengan tubuh bersandar di tembok dingin, hanya memeluk lutut yang agak gemetar.
Di sekitarnya hanya ada lampu jalan yang berkelap-kelip dan suara jangkrik seolah mengejek kesepiannya.
Aruna baru saja meninggalkan perumahan—tempat yang dulu dia sebut sebagai rumah. Di dalam perumahan itu Aruna tinggal dengan seseorang yang pernah dicintai sepenuh hati; Damar.
Baca juga: A Girl at My Door
Cerpen tentang ibu: Selamat Ulang Tahun
Mereka dulu sering bermimpi bersama, mengikat cincin di jemari masing-masing, ada ikrar yang tertanda tangan di buku cantik, juga menari dalam angan, bahkan bercanda tentang masa depan buah hati seolah tak ada yang mampu menghentikan mereka.
Akan tetapi, kini cinta itu seperti senja tanpa jingga—memudar tanpa alasan jelas, hilang dalam dingin yang tak lagi terhangatkan, setelah perjuangan di meja hijau selama hampir setahun.
Aruna menarik napas dalam-dalam. Kepedihan di dadanya terus menggeliat, seolah luka lama yang tak kunjung sembuh digarami lagi dan lagi. "Kenapa aku nggak bisa bahagia tanpa dia ya? Harusnya aku bisa merelakannya, ini yang terbaik daripada bersama perempuan sepertiku," pikirnya.
Cerpen Tentang Ibu — Sejak Damar meninggalkannya, Aruna memang sering merasa hidupnya seperti tarian di bawah awan—anggun tapi sunyi, indah tapi sepi. Aruna menari dalam pikirannya, merajut angan-angan agar bisa bertahan di tengah takdir yang tak memihak. Tapi semua itu hanya fatamorgana, karena setiap kali dia bangun, hanya kehampaan yang menyambut.
Di kejauhan, anak-anak bermain di sekitar rumah. Mereka seperti tak peduli pada angin atau badai yang mungkin datang. Aruna iri melihat kebebasan mereka. Mereka tak terikat oleh rasa sakit atau kenangan buruk. Tapi dirinya? Terjebak, terseret oleh kenangan yang enggan pergi. Bahkan tak bisa pergi karena rindu sangat mencekik.
Tiba-tiba, di antara sunyi malam itu, sebuah pikiran muncul di kepalanya—sederhana tapi menggoda.
"Bagaimana rasanya kalau aku juga bisa bermain bersama anakku di tempat anak-anak itu bermain. Apa semua nggak akan sesakit ini?"
Cerpen lainnya: Resep Kentang Balado Ibu
Mungkin Anda sukai: A Dog's Journey
Aruna berdiri dan mulai berjalan tanpa tujuan, seolah kakinya menari bersama angan-angan yang terus berputar di kepala. Langkahnya ringan, tapi hatinya berat. Langkah itu membawanya ke sebuah taman yang dulu sering dia kunjungi bersama Damar, kalau Damar datang berkunjung malam mingguan.
Mereka biasa duduk di bawah pohon besar, mendengarkan burung bernyanyi dan merangkai mimpi-mimpi yang kini tinggal puing.
Aruna berhenti di tengah taman. Dia menutup mata dan membayangkan dirinya menari lagi—bukan dengan siapapun, tapi sendirian. Dia berputar perlahan, membiarkan angin malam membelai rambut, menghapus air mata yang tiba-tiba saja menggantung di sudut mata.
Di dalam kepalanya, dia menari dalam cahaya yang tak kasat mata, menari bersama angan-angan yang mungkin tak akan pernah terwujud.
Cerpen Tentang Ibu — Sampai akhirnya, sebuah bunyi panggilan telepon membuat Aruna berhenti menari. Dia tersenyum tipis—bukan karena rasa sakitnya hilang, tapi karena dia tahu, meski sendiri, dia masih bisa menari dalam rindu.
Aruna menarik napas panjang, dan mengangkat panggilan teleponnya.
"Mama!!!" Suara dari balik telepon seolah larut dalam hati dan mata, tumpah sudah air mata Aruna.
"Iya, Sayang. Gimana kabarnya hari ini?" ujar Aruna coba menahan air mata agar tak terdengar oleh putrinya.
Putri semata wayang, yang kini tinggal bersama Damar usai dimenangkan oleh pengadilan atas hak asuh anak dan jatuh ke tangan Damar sang mantan suami, begitu melemahkan Aruna.
Aruna mengobrol sejenak, dia hanya punya waktu 30 menit teleponan bersama sang putri, sekali dalam seminggu atau hanya saat putrinya rindu. Tepat sekali, seolah menjawab kerinduan Aruna, sang putri menelepon di luar jadwal. Anak berusia 6 tahun itu, tiba-tiba bilang besok akan berkunjung ke rumah Aruna yang kini sudah kembali ke orang tuanya.
Tak ada yang bisa menahan kerinduan ibu dan anak ini, baru tinggal tiga minggu di tempat baru Damar, sang putri tetap menginginkan Aruna. Padahal Aruna sudah melakukan kesalahan besar, terjerat obat terlarang karena stres merasa cinta Damar tak semacam dulu lagi.
***
Malam semakin larut, dan Aruna melangkah pergi meninggalkan taman itu dengan hati yang puas. Aruna senang, sang putri masih sering merindukannya, meskipun mama dan papanya tak lagi serumah.
Aruna tahu, putrinya akan tumbuh menjadi gadis yang kuat. Aruna hanya bisa bantu doa dan sesekali memberi nasihat dan dukungan saat bertemu atau berkomunikasi lewat telepon. Kelak saat Aruna siap, dia akan menjemput putrinya kembali ke dalam dekapan.
TAMAT
Gorontalo, 30 Oktober 2024
Artikel lainnya: Enchanted vs. Disenchanted
Baca juga: Kemungkinan yang Tak Terlihat
Apakah Pengembara pernah merasakan kehilangan atau rindu yang mendalam seperti Aruna? Bagikan pengalaman Anda di kolom komentar dan temukan lebih banyak cerpen tentang ibu atau cerpen menyentuh lainnya di sini!
Terima kasih sudah mampir ya. Sehat selalu untuk para ibu.
Komentar
Posting Komentar