Langsung ke konten utama

Terbaru

Cerita Fiksi Ilmiah: Permintaan Terakhir

Cerita Fiksi Ilmiah: Permintaan Terakhir Cerita fiksi ilmiah adalah genre yang mengeksplorasi konsep perjalanan waktu, eksplorasi luar angkasa, teknologi canggih, dan perubahan sosial atau politik yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmiah. *** [Cerita Fiksi Ilmiah ] Pada tahun 2085, dunia telah berubah drastis. Saat ini, mesin-mesin secara 75 persen telah menggantikan pekerjaan manusia. Vending machine, tidak hanya mengeluarkan minuman, makanan, atau boneka. Semua hal yang dulunya dikerjakan oleh pegawai atau pelayan digantikan oleh mesin. Dunia ini bahkan diisi oleh robot-robot mini penjaja listrik untuk mengisi daya mobil listrik dan sebagainya. Manusia hanya bertugas sebagai pemelihara mesin dan menjalankan tugas ringan.  Bahkan ada mesin jahit otomatis yang bisa mengukur badan calon pembeli, menggunting, menjahit hingga membuat payet secara presisi. Manusianya hanya membeli bahan kain dari vending machine di pusat pertokoan dan memasukkan bahan-bahan dasar berupa benang dan bah...

RUANG PUISI: Hujan

RUANG PUISI: Hujan

________

Update Agustus 2025

___________

Ini merupakan Ruang Puisi Kak Bi bagian pertama, aku menulis puisi Hujan di sini 10 tahun lalu.

Wow, 10 tahun sudah berlalu dan aku masih suka bikin puisi soal hujan, langit dan alam.

Update ini aku buat untuk menambahkan jumlah kata pada artikel ini ya, soalnya kependekan. Aku juga menambahkan beberapa puisi lainnya yang bakal kamu sukai.

Simak dan ikuti Ruang Puisi Kak Bi selanjutnya, masih banyak puisi-puisi yang datang dari hatiku dan semoga saja bisa menyentuh hatimu.

Selamat membaca ~~

____________


Hujan

Karya:  Nurwahidah Bi

Lepas tertegun menatap siang
Awan bergulung kian mendekat
Mendekap dingin, merayu badan
Hingga tak kuasa tangan memeluk

Tubuh menggigil mendengar gemuruh
Suara keras nan menggelegar
Kilatan cahya kilaukan sang mata
Membuat tangan pun memeluk diri

Tangisan alam tak tertahan
Menghujam padam keatas tanah
Membasahi insan yang tengah lewat
Melewati batas, merobohkan niat

Wahai hujan,
Dingin mu merenggut hangatku
Membuat pedihku kembali lagi

Hanya menatap di sudut jendela
Berpantul cermin, berselimut empuk
Hanya harap yang kian menyapa
Semoga sang pelangi ada sesudahmu.

Gorontalo,  4 Mei 2015


_____________


Bonus puisi lainnya ya~~

Polarismu

Oleh: Nurwahidah Bi


Di malam sunyi nan manis,
Kau duduk termenung, hati menangis.
Tatapanmu kosong, harapan terkikis,
Tersesat di ruang penuh paradoks dan premis.

Kau kirim doa pada langit paling puitis,
Lewat bintang terang, secercah janji terlukis.
Namun jawab tak kunjung datang, hanya cerita yang sadis,
Sementara waktu, berjalan tanpa baris.

"Apakah aku lemah?" bisikmu pesimis,
Menggenggam dada yang mulai teriris.
Kenangan lalu datang seperti oase miris,
Membawamu kembali pada cinta yang sinis.

Langkahmu kini seperti analisis,
Mencari celah di balik takdir yang statis.
Namun, setiap usaha berujung pada kuis,
Dunia menertawakanmu dalam aksen sarkastis.

Namun lihat, di langit masih ada Polaris,
Setia bersinar di tengah gelap yang realistis.
Mungkin bukan sekarang harapan itu gratis,
Tapi percayalah, kelak luka pun akan jadi artistis.


Gorontalo, 5 Mei 2025.


_____________


Pekat Memikat

Nurwahidah Bi


Tangan apa yang mampu menutupi senyuman?
Kecuali tangan kesedihan yang merengkuhmu
Memberatkan titik tepat di bayangan
Merasakan luka tepat di punggungmu

Luka yang bagaimana lagi, harus kami bagi?
Melepas dan dilepas bukan solusi
Seharusnya genggaman kita tak pernah terbagi
Terpecah belah hanya karena emosi

Kita berjanji mengikat sayap peri biru itu
Merekatkannya erat ke punggung kecil
Memikulnya bersama mulai hari itu
Hari kamu dengungkan takkan usil
Dan kan mendukung sepanjang waktu

Peri biru tak lagi bersayap
Sayap kita patah
Terbelah lelah

Pekat
Namun tetap memikat

Memikat kenangan dalam ruang
Memikat rasa dalam setiap melodi
Terikat kata 'Promise to Believe' yang selalu terngiang
Terikat slogan 'Everlasting Friend' yang kian menjadi

Bukankah kita peri biru?
Lalu mengapa mulai angkuh?
Mengaku pinjamkan sayap untuk mereka
Lalu hanya untuk mengikat kehidupannya?

Kita berjuang untuk mereka
Mereka pun berjuang demi kita
Tak bisakah beri mereka ruang kecil
Untuk bernapas dan melepas topeng
Dan biarkan mereka larut dalam urusannya sendiri.

Ingatkah mereka melangkah lelah dalam pekatnya hari?
Memikat peri biru sepanjang hari.

Jangan mengaku dalam kepekatan bahagia
Jika jiwamu masih terpikat emosi sesaat.
Ingin rasanya kembali diam
Duduk damai menatap beku
Tak banyak debat dalam-dalam
Hanya menikmati pekat memikat dari peri biruku.


Gorontalo, 12 Juni 2017


___________


TERKADANG 

Nurwahidah Bi 


Saat menatap cermin datar berbiaskan diri 
Melamunkan wajah yang kian menua 
Menyisir rambut dengan tangan kiri
Memuji sang pencipta dalam jiwa 

Bisik setan terdengar manis 
Buka, buka sajalah 
Upload, upload sajalah
Hanya sekali, lalu hapus 

Terkadang aku menurut 
Mengambil kamera, jepret! 

Diri yang tak berbalut hijab, 
Kadang jadi keinginanku 

Wahai setan dalam diri 
Kau sudah kalah, malah berdalih 

Aku menang karena bersikukuh 
Tutup telinga rasakan rasakan itu!

Terkadang itu pikirku 
Namun hatiku lebih berkuasa 
Pertahankan kewajibanku 
Agar tetap berbalut hijab.


Gorontalo, 12 Juni 2015


Puisi? Bukan, ini curcol hehehe...


***


Baca ini: Cerpen Misteri: Penelepon Misterius

Artikel lainnya: Cerita Urban Legend Korea



Komentar