RUANG PUISI: Paket A (Event)
Update Agustus 2025
___________
Postingan puisi lama tanpa judul ini juga aku perbarui ya, Pengembara. Puisi yang aku ikutkan event dari anniversary sebuah penerbit dulu.
Selamat membaca. Oh ya, aku tambahkan beberapa puisi baru ya. (Ya, nggak baru-baru banget juga sih eheheh)
___________
HEY, MASA KECILKU!
Bukankah dulu kau berteriak dan merengek,
Merong-rong bagai PELURU
Meminta segera dewasa.
Tapi, ketika racun kedewasaan
Menyentuh sebuah kalimat THIS IS LOVE.
Menyerbu ke dalam pikirku,
Lalu hanya bisa menangis
Meminta kembali ke masa kecil.
Bukankah seharusnya tetap melangkah ke depan
Karena DUNIA BELUM KIAMAT?
Mencari yang baru dan melepaskan yang dulu,
Karena IMAN KITA BEDA.
Gorontalo, 24 Oktober 2015
#GiveAwayEllunar1st
___________
Bonus puisi lainnya ya~~
___________
Warna yang Beda
Nurwahidah Bi
Kaki kecil yang melangkah di atas kapas,
Terhenti dalam pecahan yang tak terbatas,
Seperti sesuatu yang tak berbatas,
Menghentikan langkah tak berbalas.
Kuda terbang melayang jauh,
Melepas angan dalam tubuh,
Mencari warna yang tak satu,
Memberi warna yang tak lagi utuh.
Lepas!
Semua warna yang tak sama!
Hempas!
Ini warna yang bias.
Tak semudah angan berlabuh dalam warna,
Tak semudah kata berlarian dalam benak,
Tak seringan tangan menyambut warna,
Seperti kupu-kupu yang terbang tak bersayap.
Itulah ragaku, ragamu.
Tak satu dalam warna,
Karena semua yang berbeda.
Gorontalo, 4 November 2015
____________
Pada Siapa?
Nurwahidah Bi
Getaran hati menabuh pasti
Getir yang dirasa mulai mematri
Sepi
Sedih
Tiada tertahan dalam kekecewaan
Luka yang menganga bukan bayangan
Beban
Entah pada siapa harus kutaklifkan?
Biar bersepai tak lagi merisak
Biarlah tenang tuk sekejap
Agar yang lain jua merasa
Apa hal yang telah terjadi dalam hidup.
Gorontalo, 12 Januari 2016.
-Nurwahidah Bi-
___________
Meja Berpedal Haru
#NurwahidahBi
Malam waktu jagaku
Bersama keliman asa berwarna hijau
Segar ia setiap waktu
Benang-benang kusut itu
Ditarik tipis-tipis oleh ilmu
Namanya buku
Ada juga dadu
Bisikannya mendayu
Lembut kemayu
Meminta aku dan kamu
Sama-sama bertumpu
Di meja kayu
Dengan besi hitam—abu-abu
Dilipat pinggiran sutra selalu
Hasil dari malam yang memburu
Dijahit dengan menggebu
Lantas kaki menderu
Menginjak pedal, tidak berlalu
Malah melaju jarum-jarum merajut kelambu
Kaki-kaki tetap di tempat itu
Bermesraan kain-kain tanpa ragu
Kain bersulam ilmu
Dilapisi sutra yang ditenun hijau
Diekstraksi di meja berpedal haru
Bunyi-bunyian menderu
Dengan bangku-bangku kayu
Duduk letih, juga lesu
Jadi penanda asa telah terjalin merayu
Pada keping-keping koin di saku
Berpindah; mencipta lauk di perutku
Begitu pagi menyambut, semua rasa telah selesai dipacu.
Gorontalo, 23 Januari 2023
Note:
Keliman: dari kata kelim yang artinya lipatan jahitan di tepi kain
Puisi ini terinspirasi dari mesin jahit tua di rumahku.
___________
Baca juga: Cerpen Persahabatan: Pizza untuk Naura
Mungkin Anda sukai: Cerpen Komedi: Keyboard Laptop

Komentar
Posting Komentar